Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akan segera mengeluarkan rekomendasi terkait dugaan pelanggaran prosedur kasus perombakan jabatan Wali Kota, Bupati, dan eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Wakil Ketua KASN Irham Dilmy menjelaskan pihaknya telah siap untuk menggelar penyelidikan atau pembahasan terkait dugaan pelanggaran ini karena dokumen yang dibutuhkan sudah lengkap. Selain itu, KASN juga telah memeriksa kesaksian dari pihak Pemprov DKI Jakarta dan pejabat yang terkena perombakan.
Pembahasan akan diadakan pada Selasa (24/7/2018). Hasil rapat tersebut akan berupa rekomendasi yang bisa menguatkan keputusan Pemprov DKI atau mengoreksi kebijakan tersebut.
"Kalau pergantiannya tidak sah, maka mereka yang diganti jabatannya harus dikembalikan atau ditempatkan dengan posisi yang setara agar hak-haknya tidak berkurang. Sebaliknya, kalau pergantian sah maka kami akan memperkuatnya," katanya, Senin (23/7).
Irham menambahkan biasanya proses penyelidikan tidak berlangsung berlarut-larut. Rekomendasi dari KASN bersifat final dan mengikat.
Bila Pemprov DKI Jakarta tidak mengikuti rekomendasi KASN, maka laporan tersebut akan diteruskan kepada Presiden, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Rekomendasi dari KASN tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam pasal 33 disebutkan KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta yang melanggar sistem merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, Komisioner KASN RI I Made Suwandi menyebutkan ada beberapa pejabat yang terkena perombakan melapor ke KASN. Pelaporan tersebut dilanjutkan dengan memanggil pihak Pemprov DKI Jakarta, diwakili oleh Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, untuk memberikan kesaksian dan dokumen yang bisa menguatkan keputusan perombakan.
"Dari sana kami akan membahas satu persatu. Karena kami kolegial bertujuh, kami bahas sama-sama masuk akal tidak, cukup kuat buktinya atau tidak. Itu yang akan kami lakukan," kata Made Suwandi, pekan lalu.