Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemprov DKI Akan Revisi Pergub TOD

Pemprov DKI Jakarta akan merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) No. 44/2017 tentang Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development (TOD).
Pembangunan proyek kawasan transit terpadu atau transit oriented development (TOD) di Pintu M1 Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang./Istimewa
Pembangunan proyek kawasan transit terpadu atau transit oriented development (TOD) di Pintu M1 Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) No. 44/2017 tentang Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development (TOD).

Untuk diketahui, berdasarkan Pergub No. 44/2017 TOD adalah suatu konsep pengembangan kawasan yang berbasis di stasiun transportasi umum yang mengakomodir pertumbuhan baru menjadi kawasan campuran dengan radius 350 meter hingga 700 meter dari pusat kawasan melalui pemanfaatan ruang permukaan tanah, layang, dan bawah tanah.

Lebih lanjut, kawasan campuran yang dimaksud adalah kawasan pemukiman dengan aksesibilitas tinggi terhadap transportasi dimana stasiun menjadi pusat kawasan dengan bangunan kepadatan tinggi.

Menurut Plt. Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP) Heru Hermawanto mengatakan pergub tersebut memerlukan penyempurnaan agar lebih sesuai dengan keadaan yang terjadi sekarang.

"Kita menyusun pergub itu kan nggak serta merta semuanya kita pahami problemnya, di dalam perjalanannya ternyata ada hal-hal yang diterima masukannya," kata Heru, Selasa (9/4/2019).

Definisi TOD yang digunakan pun perlu disesuikan dengan aturan-aturan lain yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi.

Sebut saja radius kawasan TOD yang dalam Permen ATR/BPN No. 16/2017 tentang Pedoman Pengembangan TOD yang berada pada radius 400 meter hingga 800 meter dari simpul transit moda angkutan umum massal yang memiliki fungsi campuran dan padat dengan intensitas tinggi.

Adapun dalam Perda No. 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ) TOD hanya didefinisikan sebagai kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungsional kota dengan fungsi penghubung lokal dan antar lokal.

"Ini kan menjadi bias arahnya. Dari pemerintah minta jangan buru-buru, pastikan aturannya firm," ujar Heru.

Dalam merumuskan revisi Pergub tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui DCKTRP pun menghadirkan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia.

Berdasarkan standar TOD yang ditetapkan yang ditetapkan oleh ITDP, terdapat delapan prinsip yang perlu dipenuhi yaitu pembangunan lingkungan yang mendukung kegiatan berjalan kaki (walk), pemberian prioritas kepada jaringan transportasi tidak bermotor atau sepeda (cycle), penciptaan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang padat (connect), dan penempatan pembangunan di dekat jaringan transportasi umum berkualitas tinggi (transit).

Selanjutnya, pembangunan tata guna lahan bersifat campuran (mix), pengoptimalan kepadatan ruang sesuai dengan kapasitas angkutan umum (densify), pembangunan wilayah dengan jarak kebutuhan perjalanan yang pendek (compact), serta meningkatkan mobilitas melalui penataan parkir dan kebijakan penggunaan jalan (shift).

Menurut Country Director ITDP Indonesia Yoga Adiwinarto, konsep TOD yang digunakan pun masih berfokus pada pembangunan yang bersifat mix-use dan pengoptimalan kepadatan ruang.

"Kita bisa mempercepat 4 faktor yaitu connectivity, walking, cycling, sama transit. Jadi kita beresin itu dulu yang merupakan ranah pemerintah. jadi sebenarnya jangan dilupakan bahwa TOD tidak hanya density tapi juga kawasan dengan aksesibilitas juga penting," ujar Yoga kepada Bisnis, Selasa (9/4/2019).

Lebih lanjut, Pergub No. 44/2017 juga masih belum memperinci kebijakan pengurangan lahan parkir yang akan dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta atas kawasan TOD.

Menurutnya, jumlah lahan parkir yang terdapat dalam kawasan TOD seharusnya hanya sebesar 10% dari lahan yang ada.

Fasilitas park and ride pun juga perlu sebaiknya dihapus agar masyarakay lebih terintegrasi dengan transportasi umum yang tersedia.

Dalam aspek tata ruang, Yoga pun menyarankan agar garis sempadan jalan (GSJ) dikurangi hingga 0 meter agar lahan tersebut tidak dimanfaatkan sebagai tempat parkir bagi bangunan-bangunan yang dipergunakan secara komersial.

"Model-model ini bisa mengaktifkan muka jalan karena selama ini orang jalan lihat parkiran sama pagar," kata Yoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper