Bisnis.com, JAKARTA – Sunda Kelapa merupakan nama pelabuhan dan tempat sekitarnya, yang terletak di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Tempat tersebut sangat penting keberadaannya karena merupakan cikal-bakal lahirnya Kota Jakarta, 22 Juni 1527, yang semula namanya Kalapa.
Du tempat itu merupakan pelabuhan Kerajaan Pajajaran dengan ibu kota di Pakuan (kini Bogor) yang direbut pasukan Demak dan Cirebon.
Zaenuddin HM, dalam buku “212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe,” setebal 377 halaman, yang diterbitkan Ufuk Press pada Oktober 2012, menjelaskan pelabuhan Kalapa telah dikenal sejak abad ke-12 dan menjadi pelabuhan terpenting Pajajaran.
Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa, Kepala diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun.
Para penakluk itu mengganti nama pelabuhan Kalapa dan daerah sekitarnya. Namun, pada awal 1970-an, nama kuno Kalapa kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua tersebut sebagai Sunda Kelapa.
Menurut penulis Portugis, Tome Pires, Kalapa adalah pelubuhan terbesar di Jawa Barat, selain Sunda (Banten), Pontang, Cigede, Tamigara, dan Cimanuk yang juga dimiliki Pajajaran.
Sunda Kelapa yang dalam teks itu disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti kota) dalam tempo 2 hari.
Jadi, Sunda Kelapa berasal dari gabungan kata Sunda dan Kalapa. Dengan demikian, Sunda Kelapa berarti pelabuhan Kalapa milik kerajaan Sunda. Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanegara dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5 dan saat itu disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan itu dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuh milik Kerajaan Sunda, yang beribu kota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi Kota Bogor.
Kapal-kapal asing dari China, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh dengan membawa barang-barang seperti porselin, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang pada saat itu.