Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelontorkan Penyertaan Modal Daerah sebesar Rp11,7 triliun kepada beberapa Badan Usaha Milik Daerah mereka pada 2020, menjadi sorotan Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta.
Pasalnya, dana triliunan yang digelontorkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum tampak hasilnya hingga kini. Tahun ini, Pemprov DKI Jakarta bahkan harus gigit jari, sebab harapan penerimaan dari dividen yang diperkirakan sebesar Rp757 miliar, tak terealisasi sepenuhnya.
Belum adanya dividen yang signifikan dari Perusahaan Daerah Air Minum Jaya serta penyusutan laba perusahaan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) akibat pengerjaan sejumlah proyek unggulan berbiaya tinggi, membuat harapan perolehan dividen mesti minus Rp142 miliar. Dengan demikian, hanya tersisa Rp615 miliar.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Triwisaksana pun terheran-heran melihat strategi Pemprov DKI Jakarta yang tampak menganakemaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Hal ini terungkap dalam rapat pemaparan rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun anggaran 2020, di Ruang Rapat Serbaguna DPRD DKI Jakarta, Rabu (14/8/2019).
"Luar biasa. Untuk pertama kalinya, APBD DKI direncanakan surplus. Ini apa artinya belanjanya kurang banyak atau bagaimana ini?" sindirnya disambut tawa peserta rapat.
Dalam rancangan tersebut, total APBD 2019 sebesar Rp95,9 triliun dibuat surplus sekitar Rp3 triliun. Dengan perincian pendapatan daerah Rp87,2 triliun dan belanja daerah hanya Rp84,2 triliun.
Apabila surplus ini ditambah besaran sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) tahun 2019 yang diperkirakan Rp8,7 triliun dan pinjaman daerah sekitar Rp260 miliar, maka pas! Semua ini dibuat hanya untuk memenuhi PMD BUMD yang direncanakan Rp11,7 triliun.
Perinciannya, untuk PT MRT Jakarta sebesar Rp2,6 triliun, PT Jakpro Rp2,3 triliun, PT Pembangunan Sarana Jaya Rp999 miliar, PT PAM Jaya Rp3,3 triliun, PT Jakarta Tourisindo Rp92 miliar, PD Dharma Jaya Rp100 miliar, PT Food Station Tjipinang Jaya Rp150 miliar, serta Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah (FPPR) yang dikelola Rumah DP Nol Rupiah bersama Bank DKI senilai Rp2 triliun.
Baca Juga
BUMD | Besaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) | Kegiatan |
MRT Jakarta | Rp2,6 triliun | Penyelesaian Moda Raya Terpadu (MRT) fase 1 dan pembangunan MRT fase 2 |
Jakpro | Rp2,3 triliun | Pembangunan stadion BMW dan Revitalisasi Taman Ismail Marzuki |
PAM Jaya | Rp3,3 triliun | Pembangunan SPAM Jatiluhur 1, Pipa Distribusi dan Penurunan NRW, Pembangunan SPAM Pesanggrahan tahap II dan Ciliwung/Pejaten, Relokasi SPAM Cilandak, Reinforcement & Extention jaringan Transmisi & Distribusi, Relokasi pipa akibat proyek MRT tahap II dan proyek lain, Supply ke area Pegadungan-BP & Reservoir Cikokol, Pelayanan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah |
Pembangunan Sarana Jaya | Rp999 miliar | Pengadaan Tanah untuk Rumah DP Nol Rupiah di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur |
Jaktour | Rp92 miliar | Perbaikan alat produksi Grand Cempaka Resor, D'Arcici Cempaka Putih, dan D'Arcici Plumpang |
Dharma Jaya | Rp100 miliar | Modal Kerja KJP ayam dan daging |
Tjipinang FS | Rp150 miliar | Penyediaan beras, jagung, telur, susu UHT, ikan kembung, dan bawang putih |
FPPR | Rp2 triliun | Pembiayaan kredit perumahan Rumah DP Nol Rupiah dan lainnya |
Anggota Banggar DPRD DKI Jakarta Nasrullah mempertanyakan mengapa dengan Penyertaan Modal Daerah (PMD) sedemikian besar, rencana perolehan dividen pada 2020 justru menyusut dibandingkan tahun ini, yakni hanya Rp581 miliar.
Rancangan APBD ini dirasa terlalu memberatkan Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) akibat mematok target pajak yang terlampau tinggi, mencapai Rp50 triliun. Naik dari tahun ini yang hanya dipatok Rp44 triliun.
"Hasil pengelolaan ini kecil sekali, hanya Rp581 miliar. Oleh sebab itu, untuk tidak memberatkan Pak Faisal [Kepala BPRD Faisal Syafruddin], kasihan juga kan digenjot dari pajak terus. BUMD sudah kami kasih Rp11 triliun, harusnya naik. Nah, ini bagaimana caranya supaya BUMD kita menghasilkan yang terbaik," ungkap Nasrullah.
Sementara itu, anggota Banggar dari Komisi C DPRD DKI Jakarta Ruslan Amsyari menyarankan agar BUMD yang tak produktif memanfaatkan PMD dicabut saja sisa anggarannya.
"Berapa besar yang mereka laksanakan dan berapa yang terparkir di kas mereka. Karena tidak terealisasi jadi numpuk di sana. Kalau mereka tidak mampu, tarik saja. Toh, kita pernah melakukan kok, Jakpro kita tarik Rp650 miliar," sebutnya.
Ruslan mencontohkan Pasar Jaya yang gagal merealisasikan beberapa pasar tematik dan renovasi pasar dari PMD yang telah diberikan pada 2018. Oleh sebab itu, mestinya Badan Pembina BUMD DKI Jakarta lebih aktif melakukan evaluasi kepada para BUMD.
"Seharusnya kita juga malu pada BUMD kita seperti Delta [PT Delta Djakarta Tbk.]. Kita tidak memberi apa-apa tapi bisa menyumbang Rp100 miliar. Kalau sampai BUMD kita itu hari ini, dana kita di bank mereka sampai Rp400 miliar, Rp500 miliar, saya pikir enggak usah kerja mereka. Dari bunga bank saja mungkin sudah untung buat dividen," ucapnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pembinaan (BP) BUMD Riyadi menyatakan bahwa pihaknya menerima segala saran dari Banggar DPRD DKI Jakarta. Dalam agenda rapat berikutnya, Pemprov DKI Jakarta akan menjawab dan memperbaiki pengajuan rencana ini.
Tetapi, dia menjelaskan PMD untuk BUMD merupakan rangsangan agar program-program strategis dari pemerintah mampu terlaksana dengan baik.
"PMD pasti kami beri ke BUMD yang berhubungan dengan program prioritas, yang memang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah [RPJMD]," terangnya kepada Bisnis.