Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemprov DKI Kaji Harga Sewa Proyek Jaringan Utilitas Bawah Tanah

Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan 114 ruas jalan Ibu Kota dari kabel udara lewat proyek proyek Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) atau ducting bersama, akan ditindaklanjuti dengan kajian tarif sewa untuk para operator.
Logo Jakpro/dokumentasi
Logo Jakpro/dokumentasi

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan 114 ruas jalan Ibu Kota dari kabel udara lewat proyek proyek Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) atau ducting bersama, akan ditindaklanjuti dengan kajian tarif sewa untuk para operator.

Seperti diketahui, proyek SJUT ini akan ditangani Badan Usaha Milik Daerah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang telah ditunjuk oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lewat Pergub No 110/2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo dalam Penyelenggaraan SJUT.

Sekretaris Perusahaan Jakpro Hani Sumarno menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi regulasi kepada para pemangku kepentingan terkait proyek ini.

Di antaranya operator telekomunikasi termasuk Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), serta perusahaan pelat merah seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN, dan PD Air Minum Jaya atau PAM Jaya.

"Kita akan bentuk forum diskusi bersama para pemangku kepentingan. Tahap awal ini mungkin kita akan membahas bagaimana teknis kerja sama yang akan berlangsung," jelasnya kepada Bisnis, Senin (2/12/2019).

Selain teknis pelaksanaan, diskusi ini pun akan menghimpun pendapat para pemangku kepentingan terkait nilai sewa beserta kewajiban operator untuk membayar retribusi dari ducting yang akan disediakan Jakpro.

Namun, Hani mengaku belum bisa menentukan harga sewa. Menurutnya, penentuan tarif akan berbeda-beda di tiap jalan, tergantung beberapa aspek yang masih dikaji.

Sementara ini, Jakpro baru memperkirakan beberapa faktor yang akan menentukan besaran tarif yakni konsep pengelolaan, sewa lahan, metode kerja, panjang ruas jalan, penyediaan kapasitas, dan ukuran ducting.

Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho sepakat bahwa sosialisasi dan diskusi terbuka bersama para pemangku kepentingan, akan diupayakan untuk menetapkan tarif sewa.

Hari berharap tarif sewa pelaksanaan pembuatan ducting bisa menjadi salah satu pendongkrak realisasi pendapatan asli daerah (PAD) sektor retribusi. Menurutnya, selama ini belum ada pungutan sewa, sehingga para pelaku utilitas sembarangan saja menempatkanya di udara.

"Itu pun perlu dijustifikasi dahulu. Jadi kalau dalam pembahasan hanya Rp15.000, ya kita putuskan segitu. Tapi kan belum diputuskan, masih banyak pertimbangan," ujar Hari ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (3/12/2019).

Adapun, usulan tarif sewa tersebut, berkisar Rp13.000 atau Rp17.000, hingga Rp70.000 per meter per tahun per satu ruas jalan. Namun, Hari menjelaskan bahwa hal ini masih bisa dipertimbangkan dalam diskusi nanti.

Sementara terkait nilai retribusi yang akan disetorkan ke pendapatan Pemprov DKI, Peraturan Gubernur No 1/2015 tentang Retribusi Daerah, telah mengungkap bahwa para stakeholder yang menggunakan ducting utilitas terpadu akan dipatok harga yang lebih murah daripada tanpa ducting terpadu.

Kabel dan pipa berdiameter 300 milimeter yang menggunakan ducting utilitas terpadu hanya akan dikenakan Rp5.000 per meter per tahun, sementara pipa berdiameter 301-500 milimeter hanya akan dikenakan Rp15.000 per meter per tahun.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Muhammad Arif Angga mengungkap bahwa secara umum pihaknya mendukung program dari Pemprov DKI ini.

Menurutnya, adanya jaringan utilitas terpadu merupakan cermin kepastian investasi terkait telekomunikasi di suatu daerah. Namun, Arif mengaku pihaknya memang masih belum sepakat dengan usulan tarif dari Jakpro, sehingga akan terus mengupayakan negosiasi dalam diskusi yang akan digelar.

"Tentunya kalau dari operator, pastinya lebih murah kalau kita menurunkan kabel sendiri [membuat ducting bawah tanah secara swakelola]. Karena tidak ada sewa. Tapi karena sudah jadi aturan, kita akan mendukung. Asalkan harga sewanya sesuai dan terbilang wajar," ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/12/2019).

Selain itu, menurut Arif pemerintah perlu memberikan insentif bagi para operator yang mematuhi aturan. Sebab, biaya relokasi kabel udara eksisting ke bawah tanah terbilang berat, mencapai Rp100.000 sampai Rp120.000 per meter.

"Jadi kita bukan mempermasalahkan sewa kemahalan atau apa. Adanya kebijakan ini kan karena belum ada blueprint-nya tentang ini [jaringan bawah tanah] juga. Jadi, lebih baik secepatnya kita dan Pemprov duduk bersama. Harapannya, kemudahan yang kita dapat itu nantinya supaya perizinan jadi jelas dan mudah, karena diawali aturan main yang jelas," tutup Arif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler