Bisnis.com, JAKARTA - Biaya infrastruktur penyelenggaraan suatu event internasional, secara kasat mata memang tak menguntungkan. Maka, pemerintah dan pengelola kawasan harus mampu memanfaatkannya secara optimal.
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daryoto mengungkap hal tersebut dalam rapat pendalaman Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (2020) Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta, Jumat (6/12/2019) malam.
Dwi menjawab argumen anggota Komisi C dari F-PSI Anthony W Prabowo mempertanyakan kesiapan Jakpro terkait penyelenggaraan Formula E, sebab di beberapa negara lain, kota penyelenggara justru merugi.
Karena biaya infrastruktur dan penyelenggaraan masih terlalu mahal dan tak sebanding dengan efek ekonomi yang didapat.
Dwi pun menjawabnya dengan pengalaman Jakpro mengelola prasarana olah raga balap sepeda internasional Jakarta International Velodrome.
Ketika itu, velodrome pun dibangun dengan anggaran penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp600 miliar untuk gelaran Asian Games 2018.
"Saya mengeluarkan biaya perawatan dan maintenance itu Rp1,2 miliar per bulan, karena untuk AC atau listrik harus 24 jam Rp700 juta, karena kayunya dari Siberia. Karena cuma kayu itu yang bersertifikat. Belum biaya security Rp300 juta. Cleaning service Rp200 juta," ungkap Dwi.
"Makanya velodrome itu sekarang jadi salah satu yang terbaik di dunia, bahkan saya berani bilang the best in South East Asia," tambahnya.
Pemanfaatan Velodrome Belum Maksimal
Dwi pun mengakui optimalisasi pemanfaatan velodrome masih belum maksimal, sebab amanat Peraturan Gubernur No 94/2019 tentang Penugasan Kepada PT Jakpro dalam Pengelolaan Jakarta International velodrome baru diundangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 13 September 2019.
"Kita baru dapat pergub pengelolaan velodrome satu bulan, kemudian dua minggu setelahnya dipakai Magenta Orchestra yang mengatakan it's the best concert venue. Karena satu-satunya yang stage-nya di tengah, dan penonton di sekelilingnya, dan waktu opening itu atlet nasional sepeda yang membuka. Hal-hal seperti inilah nanti yang akan mendongkrak pariwisata," jelas Dwi.
Oleh sebab itu, Dwi menekankan perlunya kepastian dan landasan hukum terhadap pengelolaan suatu infrastruktur terkait event internasional. Harapannya, pemanfaatan infrastruktur sirkuit balap Formula E optimal sebagai sport-tourism dan bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk Formula E saja.
Kepastian Sponshorship
Dwi optimistis Formula E mampu memberikan multiplier effect buat DKI Jakarta, sebab kepastian sponshorship, yakni 70 persen sponsor internasional dan 30 persen sponsor lokal, yang didukung data riset terkait para penggemar Formula E.
"Kita sudah beli data dari study sport management di UK, database mereka menunjukkan sudah ada 3,3 juta penggemar Formula E di Indonesia dan 45 persen itu tinggal di Jakarta. Artinya ada sekitar 1,5 juta fans Formula E tinggal di Jakarta," ungkap Dwi.
Kegembiraan para penggemar ini juga yang menurut Dwi akan menyemarakkan penyelenggaraan Formula E. Terlebih, riset pasar menunjukkan para penggemar Formula E memiliki atribut tech savvy, premium offering, fashion oriented, eco friendly, dan branded.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi C dari F-PDIP Syahrial lebih menekankan bahwa pembangunan infrastruktur Formula E harus dilaksanakan dengan ketat dan seksama.
Dia percara, infrastruktur Formula E ini mampu layaknya Monas atau Gelora Bung Karno, yang mampu bertahan hingga kini, sebab memang diprioritaskan sebagai aset jangka panjang.
Sementara itu, Anggota Komisi C dari F-Gerindra S Andyka meminta Jakpro mampu mengelola dan menjaga keamanan aset sirkuit Formula E, menilik kontrak penyelenggaraan yang akan berlangsung hingga lima tahun mendatang.
Penyertaan Modal Daerah
Seperti diketahui, Jakpro mendapat amanah membangun infrastruktur Formula E lewat penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp305 miliar dalam APBD DKI Jakarta tahun 2020.
Dalam dokumen yang diterima Bisnis, anggaran ini akan dimanfaatkan untuk pre-feasibility study dan research & development Rp5 miliar, civil works dan perbaikan jalan raya Rp112 miliar, pembelian lisensi dinding dan pagar sekaligus pembuatannya Rp48 miliar, safety and race material Rp32 miliar, serta biaya tak terduga dan nonfinancial Rp25 miliar.
Selain itu, biaya pembuatan trek dan jalur balap diproyeksi menelan biaya Rp67,2 miliar.
Terakhir, biaya personel keamanan, pembersihan, pengelolaan sampah, toilet, manajemen lalu lintas, dan parkir Rp10 miliar.
Sementara, honor tim pelaksana lokal terdiri dari 50 orang dengan bujet 10 juta per 12 bulan Rp6 miliar.