Bisnis.com, JAKARTA — PT Jakarta Propertindo (Jakpro) ditugaskan untuk mempersiapkan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Daerah (LPPD) oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, demi mempercepat pembangunan infrastruktur.
Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Daryoto menjelaskan proyek penugasan kali ini terbilang menantang, sebab jenis usaha yang akan dibangun berada di luar lingkup core business perusahaan.
"Ini akan jadi diversifikasi usaha. Kami paham, tidak bisa hanya mengandalkan properti. Dengan sekarang masuk ke bisnis keuangan [dengan LPPD], maka sekarang tergantung human capital-nya," ungkapnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Senin (13/1/2020).
Pembentukan LPPD merupakan amanat Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 118 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo dalam Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. LPPD ini akan berbentuk anak perusahaan Jakpro.
Beleid yang diundangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini menyebutkan penyelenggaraan perusahaan pembiayaan infrastruktur berguna mendorong percepatan pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak sosial dan ekonomi serta berkontribusi pada Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Dwi menjelaskan berkaca dari rampungnya kajian awal atau pre-feasibility study Jakpro terkait pembentukan LPPD, percepatan pembentukan anak usaha baru Jakpro ini diyakini bisa dimulai pada kisaran Mei 2020. Untuk langkah awal, perseroan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan menggenjot percepatan pelaksanaan feasibility study.
Baca Juga
Jakpro juga telah resmi menunjuk konsorsium untuk menggelar kajian kelayakan, yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Danareksa (Persero) bersama konsultan jasa keuangan PT KPMG dan konsultan hukum Jusuf Indradewa & Partners (Ji&P).
"Kalau perencanaannya kira-kira sudah 60 persen. Sekarang kami sedang kaji bagaimana membentuk lembaganya, mekanisme pengelolaan dana bagaimana, peraturan-peraturan yang mendasarinya, dan ada hambatan-hambatan apa, kami mulai diskusikan bersama KSO [Kerja Sama Operasi]," paparnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Danareksa Arief Budiman menyatakan feasibility study diperkirakan rampung pada April 2020.
"Kalau konsepnya, bisa selesai dalam 3 bulan. Tapi pastinya nanti akan ditambah dengan pematangan-pematangan," sebutnya.
Kajian ini akan fokus merumuskan lima aspek penting untuk memulai penyelenggaraan LPPD, yakni bagaimana bentuk perusahaan; tata kelola perusahaan; kajian aspek hukum perusahaan, perpajakan, dan pelaksanaan organisasi; menentukan potensi skema pendanaan; dan sumber-sumber pendanaan.
Danareksa sepakat LPPD ditujukan menjadi pilar masa depan pembangunan infrastruktur ibu kota. Pembangunan infrastruktur diharapkan semakin efektif, cepat, dan tak lagi bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di tengah makin lebarnya celah ketersediaan anggaran belanja modal pemerintah dengan kebutuhan infrastruktur di DKI Jakarta.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai LPPD adalah ide bagus, tapi akan sangat bergantung pada kondisi moneter skala nasional. Selama likuiditas di tingkat pusat masih kering dan suku bunga masih tinggi, pemegang modal dinilai masih akan maju-mundur memasuki ranah pembiayaan infrastruktur, apalagi untuk skala daerah.
"Karena infrastruktur di Indonesia itu masalahnya bukan hanya ada di kelembagaan, tapi justru keringnya dana, likuiditas itu sendiri. Jadi tetap tidak bisa lepas dari kondisi makro di sektor keuangan," terangnya.
Piter melanjutkan karakteristik pembiayaan infrastruktur membutuhkan dana yang besar, jangka panjang, dengan suku bunga rendah. Oleh sebab itu, LPPD akan berdampak besar jika sanggup mencapai indikator tersebut.
"Kalau untuk Jakarta, yang memang punya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar, maka ditambah dengan sumber-sumber [modal] lain walaupun sedikit, mungkin masih bisa, karena tinggal mengatur cash flow saja. Tapi pastinya, ide ini bakal sulit untuk diterapkan di daerah lain, terutama yang anggarannnya minim," tambahnya.