Bisnis.com, JAKARTA - Metode voting, baik tertutup maupun terbuka dalam tata tertib pemilihan wakil gubernur baru DKI Jakarta, akan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Seperti diketahui, dua partai politik pengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Keadilan Sosial (PKS) akan bersaing dalam kontestasi ini.
Metode voting pun nantinya akan turut berpengaruh pada keterpilihan calon penunggang kursi DKI-2.
Nurmansjah Lubis dari PKS atau Ahmad Riza Patria dari Gerindra. Siapa yang lebih diuntungkan?
Voting Terbuka
Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti menilai proses pemilihan yang dilakukan secara terbuka dengan mempertimbangkan pandangan publik begitu penting.
"Dalam konteks Pilkada sudah melalui pemilihan langsung, ketika kepala daerah akan diganti (termasuk cawagub), maka patut dilakukan uji publik atau setidaknya fit and proper test secara terbuka yg bisa diakses publik," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/2/2020).
Aisah berharap para anggota DPRD DKI Jakarta mengusung voting terbuka yang bukan hanya menyajikan kekompakan fraksi secara politis, namun juga mengakomodir suara konstituen di wilayahnya masing-masing.
"Mendengar suara publik saat ini semakin mudah dilakukan, terutama dengan semakin terbukanya informasi melalui media dan sosial media. Partai sebagai representasi publik dapat mendengarkan konstituennya perihal ini untuk memutuskan mana cawagub terbaik," tambahnya.
Menurut catatan Bisnis, baik PKS maupun Gerindra sama-sama siap mengusung voting terbuka.
Ketua DPTW PKS DKI Jakarta Sakhir Purnomo mengungkapkan ide ini lebih awal. Menurutnya voting terbuka merupakan metode pemilihan yang mengusung transparansi.
Sementara itu, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik mengungkap Gerindra tak takut dengan tantangan untuk mengadakan metode voting terbuka yang sebelumnya diusulkan pihak PKS.
"Justru kalau saya juga menyarankan terbuka. Karena konsepnya, kalau pemilihan umum boleh tertutup di bilik suara. Karena itu hak pribadinya. Kalau ini dipilih oleh anggota DPRD, wakil rakyat. Dia musti melakukan reporting pada pemilihnya. Itu terbuka saja supaya jelas," ungkapnya.
Namun, Taufik menekankan bahwa ini metode voting terbuka bisa saja hanya menjadi penentu terakhir apabila musyawarah mengalami kebuntuan. Hal ini akan tergantung dengan tata tertib yang akan diputuskan terlebih dahulu dalam Rapat Paripurna anggota DPRD DKI Jakarta.
"Jadi kalau misalnya sewaktu musyawarah, tiba-tiba semua fraksi bilang, 'kita pilih ke Gerindra saja'. Gimana? Bisa saja seperti itu, kan?" tambah Taufik percaya diri.
Voting Tertutup
Pengamat Politik Hendri Satrio berpandangan voting tertutup justru membuat kontestasi lebih seimbang. Sementara Gerindra akan lebih diuntungkan dengan voting terbuka.
Hal ini karena posisi Gerindra sebagai koalisi pemerintah di level nasional. Menurutnya, apabila parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf di Kebon Sirih kompak, Riza Patria hampir dipastikan bisa menang mudah.
"Agar fair nanti pemilihan anggota dewan dilakukan secara tertutup, sehingga masing-masing dewan bisa menyalurkan ekspresi sendiri, kalau terbuka tidak bisa. Nanti cuma terlihat kekompakan partai politik," ujarnya.
Oleh sebab itu, Hendri menilai PKS lebih diuntungkan apabila voting dilakukan secara tertutup. Karena akan ada potensi suara-suara 'colongan' anggota DPRD yang tak memilih sesuai arahan parpolnya sendiri.
Terlebih, apabila suara Anies ternyata memiliki kekuatan masuk ke internal DPRD. Pastinya, suara akan cenderung ke Nurmansjah Lubis. Hal ini merupakan upaya menjaga jangan sampai ada 'matahari kembar' agar Anies bisa mempertahankan dominasinya.
Selain itu, PKS selaku pengusung Anies masih setia menjaga citra sebagau oposisi pemerintah pusat.
Harapannya, suara parpol di tataran DPRD DKI Jakarta yang tertarik mengusung Anies sebagai Calon Presiden RI 2024-2029 dan suara parpol sesama oposisi pemerintah akan masuk ke kantongnya.
"Jadi kalau dari sisi yang ini, Anies kemungkinan besar memilih Nurmansjah Lubis. Karena satu, dia dari partai PKS yang datang sebagai oposisi. Pendukungnya [elektabilitas Nurmansjah] tidak banyak secara politik. Berbeda dengan calon Gerindra," tambahnya.
Dengan kata lain, voting terbuka memang akan mendorong transparansi. Namun voting tertutup lebih mampu mengakomodir pilihan pribadi dari anggota DPRD DKI, bukan hanya suara 'semu' hasil tekanan pimpinan partai.
Progres Tata Tertib
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mengungkap bahwa tata tertib akan dibuat dari awal lagi, sebab tatib yang berproses di DPRD DKI Jakarta periode sebelumnya tidak bisa dilanjutkan.
"Kita berpikir hukum. Produk hukum yang dikerjakan dewan lama dan belum selesai, itu kan enggak ada kekuatan hukumnya. Tatib belum selesai, ujug-ujug mau dibawa ke dewan yang skrg, lalu disahkan, bentuknya saja saya belum pernah lihat, baca, bagaimana mau disahkan?" ungkapnya.
Oleh sebab itu, menurutnya DPRD DKI Jakarta akan berproses kembali dari awal dalam konteks pemilihan wagub baru ini yakni dengan kembali membentuk panitia khusus (Pansus), "
Baca Juga
Tentu harus dibuat pansus oleh dewan yang baru untuk mengesahkan tatib. Tapi ditentukan aja batas waktunya kapan," katanya.
Dia melanjutkan, setelah proses tersebut ditempuh , barulah tata tertib dibentuk, apakah akan mengusung proses fit and proper test atau tidak. Selain itu, menurutnya, perlu dipikirkan pula bagaimana proses musyawarah dan metode voting dilakukan, serta membentuk panitia pemilih (Panlih)
"Panlih itu bekerja harus ada tatibnya. Masa panlih bekerja enggak ada tatib? Tata tertibnya sudah ada belum?. Periode lama itu enggak selesai. Maka perlu dibuat pansus untuk disahkan tatib. Enggak bisa, dong pakai hasil dewan yang lama," tutupnya.