Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat kecaman dari berbagai pihak akibat Banjir Jakarta Jilid II.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menjelaskan bahwa setelah Ibu Kota dilanda banjir pada awal tahun 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakartaseperti tampak tak belajar dari pengalaman.
"Sama sekali tidak ada upaya serius pencegahan mengatasi banjir sejak awal Januari hingga banjir hari ini. Kok bisa-bisanya klaim berhasil mengatasi banjir. Itu yang membuat frustrasi warga, terutama yang terdampak banjir lagi," ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/2/2020).
"Kebetulan saja banjirnya selalu terjadi di hari libur. Sehingga tidak terlalu mengganggu masyarakat beraktivitas. Begitu banjir besar pas hari kerja, baru terasa nanti reaksi masyarakatnya," tambahnya.
Menurut Nirwono, Pemprov DKI harusnya bisa lebih serius memitigasi banjir akibat hujan yang telah terjadi. Terutama, mempersiapkan kondisi saluran air dalam Kota Jakarta.
Yakni dengan memperlebar diameternya, menghilangkan sumbatan lumpur, sampah, limbah, serta membenahi jaringan utilitas yang tumpang tindih dan tidak terhubung dengan baik antarsaluran air.
Oleh sebab itu, kegiatan revitalisasi trotoar yang sedang gencar dilakukan Pemprov DKI harus diiringi dengan rehabilitasi saluran air kota secara terpadu.
Anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Justin Adrian, mengungkap hal serupa. Menurutnya, Banjir Jakarta Jilid II membuktikan bahwa musibah ini bukan hanya disebabkan kiriman air dari puncak, tapi ada yang tak beres di dalam Kota Jakarta sendiri.
“Dari data curah hujan dan ketinggian pintu air, jelas sekali bahwa banjir hari ini adalah karena hujan lokal. Wilayah-wilayah seperti Menteng, Tebet, dan Kuningan yang biasanya aman tapi kali ini justru mengalami banjir. Oleh karena itu, Pak Gubernur tidak punya alasan untuk menyalahkan hujan di Bogor dan tidak bisa melempar masalah ke pemerintah pusat,” ucap Justin.
Memurut Justin, anggaran penanganan banjir pada APBD 2020 hanya senilai Rp 2,5 triliun. Angka tersebut masih kurang Rp 1 triliun jika dibandingkan yang tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebesar Rp 3,5 triliun. Sementara itu, anggaran untuk Formula E di APBD 2020 mencapai Rp 1,2 triliun.
“Menurut pengamatan kami, Pemprov DKI ogah-ogahan bekerja untuk menangani banjir. Selalu banyak alasan dan pembenaran mengapa banjir masih terjadi. Sedangkan untuk event balapan Formula E, semua SKPD digerakkan begitu cepat sampai banyak aturan dan mekanisme dilompati,” tutupnya.
Ketua Fraksi PDIP, Gembong Warsono, pun menyayangkan reaksi Pemprov DKI. Seharusnya banjir besar di Ibu Kota tak terjadi lagi. Lambatnya upaya Pemprov DKI Jakarta dalam berbenah diri merupakan inti masalahnya.
"Tahun baru kan memang hampir dua tahun terahkhir tidak ada hujan yang lebat. Lah, kalau ini kan sudah dikasih contoh, tahun baru Jakarta tergenang. Seharusnya kan segera bebenah diri. Seharusnya kan gitu. Itu yang tidak segera dilakukan pak Anies. Persoalannya di situ," ungkapnya, Senin (24/2/2020).
Gembong pun menyayangkan upaya Anies hanya tampak ke publik selepas bencana banjir terjadi. Padahal, penanganan dan antisipasi seharusnya lebih prioritas dan lebih perlu untuk diungkap ke publik.
"Makanya ketika banjir mereka selfie bersama masyarakat, kan. Artinya, menunjukan kepada publik bahwa dia begitu perhatiannya terhadap persoalan banjir. Tapi langkah pengentasan banjir itu tidak ada. Kan yang mau kita dorong itu, langkah pengentasan banjirnya itu loh," ujarnya.