Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria angkat bicara soal polemik sertifikasi tanah Monumen Nasional atau Monas di antara Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ariza berpendapat pengelolaan tanah Monas selama ini diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kendati demikian, Ariza tidak menampik, jika kawasan itu turut menjadi wewenang dari Kemensesneg.
“Monas itu kan selama ini memang menjadi kewenangan dari Kemensetneg itu tidak ada masalah. Namun demikian, penggunaan dan fungsinya itu kan diserahkan pengelolaannya melalui Pemprov DKI,” kata Ariza di gedung DPRD DKI Jakarta pada Kamis (5/11/2020).
Menurut Ariza, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendorong agar tanah Monas dan aset-aset tanah yang ada di wilayah Ibu Kota dapat disertifikasi.
“Prinsipnya bagi kami, Pemprov DKI ingin seluruh aset-aset pemerintah itu memiliki alas hak yang baik yang benar dan semuanya mendapatkan sertifikasi yang baik ke depan tidak ada lagi tanah tanah yang menjadi aset negara itu bermasalah,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang disampaikan Kemensetneg kepada KPK, sampai sekarang tanah pada kawasan Monas belum bersertifikat.
Kawasan Monas masih berada dalam pengelolaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Setiap tahunnya Pemprov DKI mengeluarkan biaya perawatan dan pemeliharaan untuk area tersebut.
Baca Juga
“Gubernur DKI Jakarta sudah mengirimkan surat kepada Presiden, bahwa kami akan melakukan pensertifikasian Monas atas nama Pemprov DKI. Selanjutnya, Gubernur sudah pula menyampaikan surat usulan pensertifikasian Monas kepada BPN,” tutur Kepala BPAD DKI Jakarta Pujiono saat menyampaikan kemajuan sertifikasi Monas.
Di sisi lain, Sekretaris Kemensetneg Setya Utama menyampaikan bahwa pada 23 September 2020 pihaknya telah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta.
Setya mengatakan Kemensetneg telah mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan hak atas tanah Monas dengan sertifikat hak pakai atas nama Kemensetneg pada pada 24 Juli 2019.
Bahkan, lanjut Setya, pada 9 Agustus 2017 lalu Kemensetneg sudah melakukan pengukuran bersama yang melibatkan Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan hasil pengukuran awal tim Kantor Pertanahan (Kantah) BPN Jakarta Pusat, luas kawasan Monas adalah 734.828 hektare.
“Berdasarkan pertemuan dengan Deputi Pencegahan KPK pada 19 Oktober 2020, Pemprov DKI Jakarta menyerahkan sepenuhnya proses sertifikasi apabila akan dilakukan atas nama Kemensetneg. Namun, perlu dilakukan beberapa hal," jelasnya.
Beberapa hal yang dimaksud adalah pertama, koordinasi antara Kemensetneg dengan Pemprov DKI dan BPN. Kedua, dirumuskan alas hukum sebagai dasar sertifikasi dan dasar penarikan surat permohonan Pemprov DKI Jakarta kepada Presiden.
Baca Juga : Anies Gowes Bareng Dubes Negara-Negara Nordik Sambil Bahas Transportasi Ramah Lingkungan |
---|
Setya menjelaskan usulan Kemensetneg adalah agar rencana pengelolaan kawasan Monas dilakukan dengan mekanisme pinjam pakai antara pihaknya dan Pemprov DKI Jakarta.
Artinya, kata Setya, tanah Monas menjadi aset negara, dalam hal ini dalam penguasaan Kemensetneg, yang dipinjampakaikan kepada Pemprov DKI Jakarta selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Menanggapi usulan Kemensetneg, Kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta Dwi Budi Martono mengutarakan bahwa bila kawasan Monas akan dikerjasamakan antara Kemensetneg dan Pemerintah DKI, mekanisme yang bisa dianjurkan adalah penerbitan Hak Pengelolaan (HPL) atas nama pemerintah pusat, dalam hal ini Kemensetneg.
Sementara itu, Pemerintah DKI bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) bila akan dipakai untuk usaha pengelolaan Monas.
“Jadi, sarannya adalah penerbitan HPL atas nama pemerintah pusat, c.q. Kemensetneg. Dua, di atas HPL itu diberikan HGB atas nama Pemprov DKI Jakarta, c.q. instansi yang ditunjuk, mungkin bisa BUMD,” gagas Budi.
Menerima saran BPN, Setya meminta semua pemangku kepentingan mengambil jalan moderat seperti yang diusulkan Kepala Kanwil BPN DKI, yakni penerbitan HPL atas nama pemerintah pusat dan HGB atas nama Pemprov DKI Jakarta.
Selanjutnya, Kemensetneg akan mengajukan dua permohonan kepada BPN, yaitu pengukuran dan SK pemberian hak.