Bisnis.com, JAKARTA - PT MRT Jakarta (Perseroda) tengah berupaya untuk mengakuisisi 51 persen porsi kepemilikan saham PT Kereta Api Indonesia (Persero) di PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dalam rangka pengintegrasian perkeretaapian di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetebek).
Langkah itu menjadi tindak lanjut dari amanat Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengintegrasikan sistem transportasi di Jabodetabek dalam rapat terbatas (ratas) Pengelolaan Transportasi Jabodetabek di Istana Negara pada Januari tahun 2019.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P. Sabandar menuturkan, langkah akuisisi PT KAI itu merupakan inisiatif pemerintah pusat yang diamanatkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dengan demikian, integrasi sistem transportasi di Jabodetabek bakal diserahkan pada mekanisme aksi korporasi yang melibatkan PT MRT Jakarta dan PT KAI.
“PT MRT Jakarta akan membeli saham porsi kepemilikan 51 persen saham PT KAI di PT KCI agar DKI Jakarta mempunyai kewenangan untuk masuk melakukan pengelolaan dan manfaat, baik itu pengelolaan layanannya maupun pengelolaan kawasan di sektiar stasiun,” kata William dalam webinar Forum Jurnalis pada Kamis (10/12/2020).
Langkah strategis itu juga turut diatur di dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 136 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Mass Rapid Transit (Perseroan Daerah) Untuk Melaksanakan Kerja Sama Dengan Perseroan Terbatas Kereta Api Indonesia (Persero) Dalam Pengintegrasian Perkeretaapian Umum.
Baca Juga
Dalam Pasal 3 ayat 2 Pergub itu dijelaskan, pengintegrasian perkeretaapian umum tersebut meliputi penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, penyediaan sistem pendukung penyelengaraan perkeretaapian umum termasuk sistem pengintegrasian dengan moda transportasi lainnya dan pengusahaan dan pengembangan kawasan berorientasi transit atau TOD.
“Jadi akuisisi 51 persen porsi kepemilikan saham PT KAI di PT KCI akan memberikan kewenangan bagi Pemerintah Provinsi DKI dalam memanfaatkan stasiun dan kawasan di sektiar TOD agar lebih terintegrasi dengan moda transportasi lainnya sehingga selaras dengan kebijakan Pemprov DKI,” kata William.
Saat ini, dia menuturkan, pihaknya tengah menggandeng konsultan investasi PricewaterhouseCoopers (PwC) untuk menganalisa nilai aset serta valuasi dari PT KCI tersebut. Dengan kata lain, proses akuisisi itu kini berada pada tahap due dilligence untuk mengetahui nilai representasi dari saham riil perusahaan tersebut.
“Sehingga nilainya nanti didapatkan itu benar-benar merepresentasikan nilai saham rill yang dapat dipertanggungjawabkan oleh kedua belah pihak dan memberikan manfaat untuk kepentingan pemerintah, bangsa dan negara,” kata dia.
Sementara itu, PT MRT Jakarta menetapkan pagu anggaran untuk akuisisi sebesar Rp1,7 triliun.
Kendati demikian, nilai rill saham tersebut masih dalam proses kajian.
“Kita belum tahu nilainya berapa, angkanya bisa Rp400 miliar, Rp800 miliar, bisa Rp1,2 triliun, ini masih dalam proses dan diharapkan proses due dilligence ini akan selesai di bulan Desember dan aksi korporasinya mudahan-mudahan di awal tahun depan,” kata dia.
Dana Akuisisi
Ihwal pendanaan akuisisi itu, dia mengatakan, pihaknya telah mendapatkan pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebesar Rp1,7 triliun dalam skema Pemulihan Ekonomi Nansional (PEN).
Pinjaman itu dikhususkan untuk penugasan MRT Jakarta dalam rangka integrasi moda transportasi di wilayah Jabodetabek.
“Terkait dengan pendanaan akuisisi yang nilainya Rp1,7 triliun tadi itu datang dari pendanaan program pendukungnya PEN. Pinjaman dibiayai oleh PT SMI jadi Pemprov DKI akan melakukan pinjaman,” tutur William.
Dengan demikian, total anggaran penyertaan modal daerah atau PMD DKI Jakarta kepada PT MRT Jakarta sebesar Rp5,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan PMD kepada MRT sebesar Rp3,65 triiun. Belakangan, MRT mendapat tambahan dana dari pinjaman PEN tersebut.
“Sifatnya untuk program integrasi kalau kebutuhanya lebih besar ya tentu kita akan minta lagi untuk pendanaanya dilakukan mungkin di APBD Perubahan tahun depan kira-kira seperti itu,” kata dia.
Imbas pandemi Covid-19 tahun ini, dia meminta subsidi untuk MRT Jakarta pada Tahun Anggaran (TA) 2021 sebesar Rp800 miliar kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P. Sabandar memberikan pemaparan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Rabu (11/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Permintaan itu disampaikanya untuk memastikan operasional perusahaan dapat berjalan secara sehat. Pasalnya, selama pandemi Covid-19 pendapatan tiket atau farebox dari ridership terkontraksi hingga 74 persen pada tahun 2020.
“Sesuai dengan peraturan pemerintah itu dua tahap. Jadi ada yang dialokasikan tahap pertama sekitar Rp500 miliar dan tahap kedua di APBD Perubahan kita berharap ekonomi membaik dan APBD Perubahan ditambah Rp300 miliar sehingga totalnya ada Rp800 miliar,” tuturnya.
Permintaan itu sudah sempat dibahas bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Malahan, dia mengatakan, komunikasi masih tetap berjalan bersama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta ihwal subsidi tersebut.
“Jadi kita berharap subsidi tahun depan MRT Jakarta agar perusahaan ini bisa melaksanakan kegiatannya dengan sehat. Nilai subsidi itu ada di angka Rp800 miliar itu pembicaran kami dengan Pemprov DKI,” kata dia.
Sistem Integrasi
Tahun lalu, Jokowi menginginkan adanya integrasi sistem transportasi di Jabodetabek guna mendorong lebih banyak lagi masyarakat yang menggunakan moda transportasi massal.
Dalam sambutannya pada ratas Pengelolaan Transportasi Jabodetabek, Jokowi mengungkapkan pengelolaan sistem integrasi yang terpadu di Jabodetabek masih terkendala beberapa hal.
"Sebagai contoh untuk urusan jalan saja, jalan ada yang dimiliki Kementerian PU, ada yang dimiliki DKI, dimiliki Banten, Jawa Barat yang semua tuh kadang-kadang pengelolaannya tidak terpadu, tidak terintegrasi, dan yang terjadi misalnya terkait dengan pemeliharaan, juga sering banyak yang saling menunggu," katanya di Istana Negara, Selasa (8/1/2019).
Padahal, menurut Presiden, kondisi lalu lintas di Jabodetabek didominasi kemacetan yang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data Bappenas, kemacetan di Jabodetabek menyebabkan kerugian hingga Rp65 triliun setiap tahunnya.
"Intinya kita ingin ada penyerderhaaanan manajemen yang ada semakin gampang dimulai, gampang mengerjakan, sehinga jangan lempar institusi satu dengan institusi lain," ujarnya.
Selain penyederhanaan manajemen transportasi, Jokowi meyakini manfaat pembangunan sejumlah transportasi massal antara lain mass rapid transit (MRT), light rapid transit (LRT), Transjakarta, kereta bandara, dan commuterline.
"Saya hanya membayangkan hitungan Bappenas yang saya terima setiap tahun kita kehilangan Rp65 triliun di Jabodetabek gara-gara kemacetan. Kalau kita jadikan barang, ini sudah jadi MRT, jadi LRT, lima tahun sudah jadi barang," tekannya.
Dia juga mengingatkan pentingnya keberlanjutan pengelolaan transit oriented development (TOD) guna menunjang keterpaduan antartransportasi di Jabodetabek.