Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra S Andyka meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menyamakan koefisien lantai bangunan atau KLB di sepanjang ruas jalan protokol Ibu Kota.
Hal itu disampaikan Andyka seiring dengan bergulirnya pembahasan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi yang bakal mengatur peruntukan ruang di DKI Jakarta.
“Dalam satu ruas jalan tertentu harus sama dong KLB-nya, jangan sampai ada kesan kalau KLB tidak sama itu titipan,” kata Anydka melalui sambungan telepon pada Senin (15/2/2021).
Dia mencontohkan, sepanjang Jalan Yos Sudarso itu aturan ihwal KLB tidak dipatok dengan batas atas yang seragam. Menurut dia, dalam empat bidang tanah KLB-nya bisa mencapai 15 lantai tetap di bidang lainnya hanya mencapai tiga lantai.
“Yang kedua dalam satu ruang yang sama di depan zonasinya untuk rumah yang di depannya untuk perkantoran ya enggak bisa begitu, satu ruas jalan protokol pengaturan zonasi dalam satu ruas jalan harus sama,” tuturnya.
Sebelumnya, Pengamat Tata Ruang Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai proses perubahan tata ruang di DKI Jakarta disebabkan oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah pusat yang berjalan progresif di Ibu Kota.
Baca Juga
Dengan demikian, Yayat menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih mensinergikan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tingkat provinsi dengan RDTR yang berlaku saat ini.
“Memang harus diakui banyak sekali perubahan karena perubahan jalur transportasi, khususnya pada angkutan umum berbasis rel. Jadi kekuatan struktur itu yang paling dominan mengapa terjadi perubahan di RDTR,” kata Yayat dalam rapat Focus Group Discussion (FGD) di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (11/2).
Yayat menyarankan Pemprov DKI mengkaji Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ) yang selama ini digunakan dengan mengoptimalkan sejumlah aspek. Salah satunya, pemanfaatan zona bonus dengan memanfaatkan peningkatan intensif dan disintensif koefisien luas bangunan sebagai imbalan penyediaan fasilitas publik.
“Karena pengembangan kawasan tidak berkontribusi besar, kalau sepanjang dari HI sampai ke Kota itu tidak memberikan ruang untuk dibiayai atau dikembangkan untuk kepentingan bersama seperti TOD (Transit Oriented Development). Yang menarik kalau zona bonus itu kalau bisa kita sinergikan dengan pengembangan jaringan MRT dan LRT ini luar biasa,” tutur Yayat.