Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat potensi kerugian negara mencapai Rp773,8 miliar dari tiga badan usaha milik daerah atau BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pencatatan itu berawal dari ikhtisar hasil pemeriksaan semester II tahun 2020 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disahkan oleh Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna pada bulan Maret 2021.
Potensi kerugian pertama berasal dari temuan kelebihan bayar subsidi mencapai Rp415,9 miliar dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada PT Transjakarta atau Transjakarta pada tahun buku 2018 dan 2019.
“Pendapatan non-tiket Tahun Buku 2018 dan 2019 PT Transjakarta tidak diperhitungkan dalam pemberian subsidi public service obligation (PSO) layanan angkutanan umum Transjakarta,” tulis laporan pemeriksaan itu seperti dilihat Bisnis, Senin (12/7/2021).
Sedangkan, pengeluaran tanggungjawab sosial perusahaan dibebankan dalam penghitungan biaya produksi PSO.
Dengan demikian, BPK menggarisbawahi, adanya kelebihan pembebanan subsidi PSO Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun buku 2018 dan 2019.
Baca Juga
BPK meminta jajaran direksi Transjakarta untuk memperhitungkan kelebihan bayar penghitungan subsidi PSO Tahun Buku 2018 dan 2019 dalam periode-periode tahun anggaran berikutnya.
Bisnis sudah mencoba menghubungi Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo melalui pesan tertulis ihwal temuan BPK tersebut. Hanya saja, pesan itu belum ditanggapi hingga berita ini dipublikasi.
Potensi Kerugian Kedua
Potensi kerugian kedua berasal dari proyek pembangunan menara telekomunikasi yang dikerjakan pada tahun 2015 hingga 2018.
BPK mengidentifikasi adanya penyimpangan anggaran mencapai Rp341,9 miliar dari proyek yang dikerjakan oleh PT Jakarta Propertindo atau Jakpro tersebut.
Belakangan hasil pemeriksaan BPK itu sudah ditindaklanjuti tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri di bawah pimpinan Kasubdit 5 Direktorat Tindak Pidana Korupsi Kombes Pol. Arief Adiharsa pertengahan Mei 2021.
“Pada PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro) terdapat pekerjaan pembangunan menara telekomunikasi, yang dilakukan dalam tahun 2015 hingga 2018 tidak sesuai ketentuan sebesar Rp221,19 miliar,” tulis laporan BPK itu seperti dilihat Bisnis, Jumat (9/7/2021).
Selanjutnya, BPK mengidentifikasi, adanya penyimpangan pelaksanaan dan pembayaran pekerjaan pembangunan infrastruktur gygabite passive optic network (GPON) sebesar Rp104,14 miliar dan permasalahan lainnya senilai Rp16,59 miliar.
Pertengahan Bulan Mei lalu, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri melakukan penggeledahan kantor PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) dan PT. Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) di bawah pimpinan Kasubdit 5 Direktorat Tindak Pidana Korupsi Kombes Pol. Arief Adiharsa.
Penggeledahan ini dilakukan terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan pembangunan menara telekomunikasi oleh PT. Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) periode Tahun 2015 sampai dengan 2018 yang terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Maluku, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
Penggeledahan juga dilakukan terkait Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan Insfrastruktur GPON (Gigabit Passive Optical Network) pada Tahun 2017 sampai dengan Tahun 2018 oleh PT. Jakarta Insfrastruktur Propertindo (PT. JIP) yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya.
Sikap Jakpro
Sekretaris Perusahaan PT Jakpro Nadia Diposanjoyo menegaskan pihaknya bersikap kooperatif terkait dengan pemeriksaan dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp341,92 miliar dari proyek pembangunan menara telekomunikasi pada tahun 2015 hingga 2018.
“Kita akan kooperatif mengikuti peraturan yang berlaku,” kata Nadia melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Jumat (9/7/2021).
Dia membenarkan apabila kasus dugaan tindak pidana korupsi di tubuh perusahaannya itu kini berada di tangan Bareskrim Polri. Hanya saja, dia enggan membeberkan, hasil penggeledahan kantor Jakpro pertengahan Mei 2021 itu.
“Iya ini sudah ditangani aparat penegak hukum dan bisa dicek ke aparat tersebut penyelesaiannya seperti apa,” kata dia.
Terakhir, BPK memeriksa Perumda Pasar Jaya belum memperoleh penerimaan dari mitra kerja atas kompensasi pengelolaan parkir tahun 2019 dan 2020 serta pajak parkir sebesar Rp11,36 miliar.
Selain itu, BUMD itu juga belum menerima kompensasi pengelolaan reklame digital dan non digital tahun 2020 dan denda sebesar Rp3,03 miliar. “Serta penerimaan lainnya sebesar Rp1,61 miliar,” tulis laporan BPK.