Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ingatkan Dampak Aturan Anies soal Larangan Pajang Rokok

pada Juni lalu Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Seruan Gubernur DKI Jakarta No. 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok.
Penjual melayani pembeli rokok di Jakarta, Rabu (19/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Penjual melayani pembeli rokok di Jakarta, Rabu (19/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai perlu memikirkan dampak ekonomi dari aturan yang diterbitkan terkait dengan industri rokok. Tidak hanya terhadap pelaku industri, dampak ekonomi disebut juga bakal dirasakan oleh pekerja di sektor terkait.

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esa Suryaningrum mengatakan langkah Pemprov DKI tersebut memiliki efek domino, mulai PHK pekerja pabrik rokok hingga terhentinya produksi tembakau oleh petani.

Sebagai informasi, pada Juni lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Seruan Gubernur DKI Jakarta No. 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Anies Baswedan disebut semakin menekan dan memperburuk, tidak hanya bagi industri ritel di sektor hilir, tetapi juga akan berdampak kepada jutaan petani tembakau dan cengkeh.

Selain itu, kebijakan ini mengancam mata pencaharian jutaan tenaga kerja di dalam mata rantai IHT dan retail yang sebelumnya juga telah merasakan imbas dari berkurangnya jam operasional baik di tempat usaha maupun pabrik.

"Jadi, pemerintah perlu memikirkan dampak ekonominya. Dampaknya tidak hanya kepada indstrinya saja, tapi juga kepada banyak yang bergantung kepada industri rokok, termasuk petani tembakau," ujar Esa kepada Bisnis, Jumat (1/10/2021).

Dia memberi contoh, terjadinya pemutusan hubungan kerja pekerja pabrik rokok akibat matinya industri tersebut akan menurunkan permintaan terhadap komoditas tembakau yang otomatis akan menghentikan petani menanam tembakau.

"Kalau pemerintah ingin mengurangi jumlah perokok, cara yang paling efektif justru adalah dengan komunikasi publik. Bukan dengan menurunkan baliho rokok. Itu tidak efektif. Jadi, dari aspek kesehatan harus dikomunikasikan," ujarnya.

Sebelumnya, pelaku pasar di Tanah Air menilai Seruan Gubernur DKI Jakarta No. 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi di Ibu Kota.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto mengatakan hal tersebut mengabaikan pemulihan ekonomi masyarakat yang terpukul oleh pandemi Covid-19.

Selain itu, dia menilai pelarangan seharusnya memerhatikan kondisi masyarakat bawah.

Dalam beleid tersebut, Pemprov DKI menyerukan seluruh pengelola gedung memasang tanda larangan merokok di setiap pintu masuk dan lokasi yang mudah diketahui di area gedung serta memastikan tidak ada yang merokok di kawasan tersebut.

Setiap pengelola gedung juga diminta tidak menyediakan asbak dan tempat pembuangan puntung rokok lainnya pada kawasan dilarang merokok.

Selain itu, pengelola gedung diminta tidak memasang reklame rokok atau zat adiktif baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan, termasuk memajang kemasan/bungkus rokok atau zat adiktif di tempat penjualan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper