Sanksi
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta siap memberi sanksi kepada penyebar paracetamol di Teluk Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya belum mengetahui penyebab dari kontaminasi paracetamol di perairan Teluk Jakarta.
Sejauh ini, lanjutnya, belum ada penelitian yang menyajikan bukti pencemaran. Oleh karena itu, diperlukan waktu 14 hari meneliti sampel yang telah diambil di Teluk Jakarta.
"Kami belum tahu apakah lalai, ada yang membuang dengan sengaja, atau tidak sengaja. Ini harus menjadi perhatian, agar warga atau institusi mana pun jangan membuang sampah, apalagi limbah di tempat umum, sungai, danau, waduk, apalagi laut," ujar Riza, Senin (4/10/2021).
Pemprov DKI, sambungnya, akan melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh perihal kontaminasi paracetamol tersebut, serta melakukan pembersihan area perairan.
Dia berharap, semua pihak untuk berhati-hati, teliti, waspada, serta tidak membuang sampah di area-area tersebut. Pemprov DKI, lanjutnya, akan memberikan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab atas pencemaran di Teluk Jakarta tersebut.
"Sudah pasti dilakukan oleh sekelompok orang. Artinya bukan setiap satu orang membeli, membuang, dan akhirnya terkumpul. Bukan seperti itu," jelasnya.
Sebagai informasi, perihal pencemaran Teluk Jakarta disampaikan oleh Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN) dan University of Brighton UK yang merilis hasil studi pendahuluan mengenai kualitas air laut di beberapa situs terdominasi limbah buangan.
Hasilnya, terdapat beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, yang melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia.
Adapun, paracetamol terdeteksi di dua situs, yakni muara sungai Angke (610 ng/L) dan muara sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L).
Hasil riset Wulan Koagouw (BRIN, UoB), Zainal Arifin (BRIN), George Olivier (UoB), dan Dorina Ciocan (UoB) ini menginvestigasi beberapa kontaminan air dari sejumlah lokasi, antara lain: Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, Pantai Eretan di Jawa Tengah.