Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sejumlah permasalahan dalam pengelolaan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Permasalahan tersebut pun berpotensi menghambat efektivitas program yang menyasar pelajar-pelajar di Ibu Kota.
Berdasarkan laporan BPK permasalahan pertama yang ditemukan adalah regulasi dan pendataan calon penerima KJP Plus dan KJMU belum sepenuhnya menghasilkan data yang valid.
"Permasalahan ini antara lain terjadi karena regulasi yang terkait dengan pendataan dan penerima kriteria belum sepenuhnya mendukung program KJP Plus dan KJMU. Pendataan calon penerima KJP Plus dan KJMU berpotensi belum dapat menjangkau seluruh peserta didik yang memiliki risiko sosial," tulis laporan BPK, dikutip pada Rabu (5/10/2022).
Selain itu, belum ada Peraturan Gubernur (Pergub) atau Petunjuk Teknik (Juknis) yang mengatur periode pendataan calon penerima program KJP Plus dan KJMU. Lalu, pendataan yang dilakukan belum sepenuhnya melalui proses verifikasi dan validasi data yang didukung dengan sumber daya yang memadai.
"Akibatnya, penyaluran KJP Plus dan KJMU belum seluruhnya tepat sasaran," imbuh BPK dalam laporannya.
BPK kemudian memberikan rekomendasi supaya Kepala Dinas Pendidikan untuk menyempurnakan Pergub atau Juknis terkait KJP Plus dan KJMU. Rekomendasi itu untuk mengatur sasaran penerima KJP Plus dan KJMU diarahkan kepada calon penerima yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan sosial, serta pendataan calon penerima KJP Plus melibatkan satuan pendidikan dalam menjaring dan mengusulkan calon penerima KJP Plus.
Baca Juga
Lebih lanjut, BPK juga menemukan permasalahan terkait pendistribusian kartu dan buku tabungan kepada penerima KJP Plus dan KJMU. Menurut mereka distribusi belum sepenuhnya tepat waktu.
"Permasalahan ini terjadi sejak pembuatan rekening dan kartu ATM atas penerima baru KJP Plus dan KJMU. Tahapan ini belum dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan data yang valid, belum didukung dengan sumber daya yang memadai, serta belum sesuai waktu yang ditentukan, sehingga kartu ATM dan/atau buku tabungan KJP Plus dan KJMU belum didistribusikan sesuai dengan waktu yang disepakati," papar BPK.
Selain itu, terdapat permasalahan pada penanganan gagal distribusi atas kartu ATM dan buku tabungan yang berlarut-larut.
"Akibatnya, dana bantuan sosial tak dapat segera dimanfaatkan oleh peserta didik/mahasiswa sesuai peruntukannya. Selain itu, atas dana KJP Plus dan KJMU yang gagal didistribusikan telah mengendap pada rekening penerima senilai Rp112,29 miliar yang berisiko disalahgunakan," ungkap BPK.
BPK pun meminta Pemprov DKI untuk memerintahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan supaya dana yang mengendap di rekening penerima atas gagal distribusi sejak tahun 2013 sampai 2020 dikembalikan ke kas daerah. Kemudian, Pemprov juga diminta melakukan rekonsiliasi dengan PT Bank DKI dalam rangka membuat master database yang valid dan mutakhir atas seluruh penerima KJP Plus dan KJMU.
"Antara lain memuat identitas penerima [terutama NIK] dan nomor rekening yang dipergunakan, serta memerintahkan kepada Direktur Utama PT Bank DKI supaya meningkatkan pelayanan dalam pendistribusian kartu ATM dan/atau buku tabungan sehingga mendekatkan layanan kepada penerima bantuan dan lebih fleksibel waktu layanannya," kata BPK.