Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan bahwa PT Jakarta Propertindo atau Jakpro berpotensi rugi pada Formula E Jakarta 2023.
Gembong mengatakan bahwa saat Formula E 2022 menggunakan APBD DKI ada 30 sponsor, sementara Formula E 2023 digelar tanpa APBD dan Jakpro hanya mampu menggandeng 19 mitra.
“Ini bahaya, artinya ketika menggunakan APBD, ada 30 perusahaan yang mensponsori. Sementara ketika acaranya digelar tanpa APBD dan murni oleh Jakpro, hanya mampu 19 mitra, bayangkan saja kerugian sudah di depan mata,” ujar Gembong kepada wartawan, Senin (5/6/2023).
Meskipun demikian, Gembong mendoakan 19 mitra yang digandeng memiliki kualitas yang baik untuk membantu Jakpro dalam membiayai gelaran Formula E 2023.
Gembong juga akan menanti hasil evaluasi Jakpro setelah menyelenggarakan ajang balap mobil internasional tersebut. Jika hasilnya bagus, maka bisa dilanjutkan, jika hasilnya merugikan, lebih baik tidak dilanjutkan.
“Sepanjang itu menguntungkan saya kira ya harus dilanjutkan. Ketika merugikan, merugikan kas perusahaan ya ngapain mesti dilanjutkan,” jelasnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Gembong berpendapat penjualan tiket Formula E 2023 oleh PT Jakarta Propertindo tidak maksimal. Dia menduga bahwa penjualan tiket Formula E 2023 tidak terjual habis, meskipun Jakpro telah mengumumkan tiket ajang balap mobil internasional tersebut ludes.
Menurut Gembong, sistem penjualan tiket yang dilakukan Jakpro adalah perusahaan membeli tiket untuk dirinya sendiri, untuk kemudian dibagikan kepada pihak tertentu.
“Jakpro ini yang penting tribun penuh, dengan tribun penuh ya akhirnya dibagi-bagi. Ini menandakan bahwa Jakpro tidak mampu menggaet pihak ketiga,” jelasnya.
Dikatakan, pengumuman tiket Formula E 2023 terjual habis hanya strategi Jakpro untuk menggaet calon penonton agar segera membeli, meskipun strategi tersebut juga memberikan dampak negatif terhadap perusahaan BUMD ini.
Dia menilai konsep pemasaran tersebut berpotensi membebani bisnis Jakpro karena pembiayaan 100 persen ditangani sendiri.
“Beban Jakpro lebih berat karena pembiayaan 100 persen di tangannya. Ketika tidak ada pihak ketiga yang tertarik akhirnya ini akan menggerogoti keuangan perusahaan daerah yaitu Jakpro,” jelasnya.