Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai baik wacana gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden dengan memperhatikan pendapat atau usulan DPRD.
Wacana itu tercantum dalam Pasal 10 ayat (2) draf Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Beleid itu sudah disetujui menjadi RUU usulan DPR RI dalam rapat paripurna, Selasa (5/12/2023).
"Dengan kita berpikir efesiensi, mengurangi anggaran juga, demokrasinya supaya tidak boros, ya itu, gubernur itu langsung ditunjuk saja dari pusat," ujar Trubus kepada Bisnis, Selasa (5/12/2023).
Dia menjelaskan, sesuai yang diatur Pasal 38 ayat (1) UU No. 23/2014, kedudukan gubernur merupakan wakil pemerintah pusat di daerah. Oleh sebab itu, Trubus berpendapat seharusnya gubernur tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.
"Karena dia juga enggak berhubungan langsung dengan masyarakatnya kok, yang berhubungan langsung itu kan bupati/wali kota. Kalau gubernur mau ngapain?" jelasnya.
Trubus mencontohkan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta yang selama ini tidak ada pilkada. Menurutnya, selama ini pemerintah Yogyakarta tetap bisa berjalan dengan efesien.
Baca Juga
"Karena kita ini NKRI, negara kesatuan. Jadi semuanya satu komando kan. Kalau ada bupati/wali kota yang tidak menjalankan kebijakan pemerintah pusat, di sinilah peran gubernur untuk melakukan teguran, pendampingan," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia juga mengusulkan jika gubernur ditunjukkan langsung oleh presiden maka tidak perlu ada kepala dinas dan setingkatnya. Tugas kepala dinas bisa digantikan dengan pelayanan publik berbasis elektronik.
Apalagi, lanjutnya, sudah ada Perpres No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, Perpres No. 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, dan UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Dengan begitu, Trubus yakin jalannya pemerintah semakin efesien dan tidak ada lagi pemborosan anggaran.
"Digitalisasi itu nanti yang mengefesiensi struktur birokrasi di pemerintah itu sendiri kalau mau itu menjadi dasar," katanya.
Meski demikian, Trubus meyakini akan ada banyak penolak rumusan Pasal 10 ayat (2) draf RUU DKJ. Bahkan, dia berpendapat penolakan terbesar akan berasal dari partai politik (parpol).
"Pasti nanti akan berhadapan mereka yang berpikir demokrasi mutlak, karena kepentingan juga. Biasanya dengan parpol-parpol yang punya kepentingan itu, karena politik itu kan kekuasaan. Ini kekuasaannya hilang karena lahan gubernur kan hilang," ucapnya.