Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta terancam kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil pembagian dividen PT Delta Jakarta Tbk.
Hal itu sebagai imbas dari diterbitkannya Permendag No.06/M-DAG/PER/1/2015 yang melarang penjualan minol alias minuman beralkohol golongan A di minimarket.
Pasalnya, semenjak dikeluarkannya Permendag tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, serta penjualan minuman beralkohol tersebut, pendapatan PT Delta Jakarta Tbk. merosot tajam.
Hal itu tentu akan berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD) karena sekitar 25% sahamnya dimiliki Pemprov DKI Jakarta.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan pihaknya telah mendapatkan informasi terkait dengan penurunan pendapatan yang dialami oleh emiten berkode saham DLTA tersebut.
"Sejak Januari-Februari hingga sekarang keuntungan PT Delta Jakarta menurun hingga 50% dan bahkan kecenderunganya terus menurun," tuturnya, Minggu (5/4/2015).
Penurunan itu terjadi sebagai dampak dari keluarnya Permendag yang mengatur larangan penjualan produk minol gol A di minimarket, seperti Anker, San Miguel, Carlsberg, dan lainnya yang merupakan beberapa produk andalan DLTA.
Menurutnya apabila hal tersebut terus berlanjut dan dibiarkan saja, maka dividen yang bisa dibagikan ke Pemprov DKI Jakarta juga terancam berkurang puluhan miliar.
"Bahkan diprediksi hingga akhir tahun, keuntungannya bisa terus menurun sampai 80% akibat Permendag ini," tuturnya.
Selama ini PT Delta Jakarta merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak pernah meminta Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dan justru selalu memberikan deviden ke DKI Jakarta hingga mencapai kisaran Rp50 miliar.
"Jadi kalau diperkirakan bakal turun hingga 80%, maka kemungkinan besar dividen yang bisa diperoleh DKI Jakarta ke depan hanya serkitar Rp4 miliar saja," tuturnya.
Melihat hal tersebut, saat ini pihaknya bersama Biro Perekonomian tidak ingin tinggal diam dan sedang mempersiapkan usulan agar diperolehkan penjualan minol golongan A tersebut untuk dapat dijual di tempat-tempat khusus.
"Jadi ada aturan khusus, ada tempat atau lokasi khusus yang memperbolehkan minimarket menjual minuman yang selama ini diproduksi secara resmi ini," tuturnya.
Heru mencontohkan, misalnya tidak boleh dijual di dekat sekolahan, tidak boleh dekat tempat ibadah, atau bisa dijual di tempat-tempat yang banyak ekspatriat, seperti di Bali, kalau di Jakarta seperti di Jalan Jaksa, Kemang.
Pihaknya menyesalkan tindakan Kemendag yang langsung mengeluarkan larangan tersebut, padahal itu berawal dari beberapa kali sidak di minimarket yang dinilai melanggar tapi membandel.
"Aturan ini kan lahir akibat temuan saat sidak di minimarket yang membandel, tetapi kenapa larangannya langsung dipukul rata seluruh tanah air. Kan ada minimarket yang taat juga," tuturnya.
Menurut Heru, sebenarnya Kemendag bisa memerintahkan pemerintah daerah setempat untuk menegur atau bahkan mencabut izin minimarket itu.
"Kan perizinan mereka di tangan pemda, tidak pukul rata semuanya, ini juga menyangkut banyak tenaga kerja kan," tuturnya.