Bisnis.com, JAKARTA-- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menemukan 30 kasus gusuran paksa di DKI yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bingung menanggapi temuan ini.
"Langgar HAM apa lagi sih? Maksudnya HAMburger?" kata dia saat ditemui di Balai Kota, Rabu (26/8/2015) malam.
Adapun, pengacara publik LBH Jakarta Alldo Felix Januard, mengatakan penggusuran sarat unsur pelanggaran, karena dilakukan tanpa memenuhi pendekatan.
"Salah satu unsur yang dilanggar, pemerintah tak pernah menunjukkan bukti surat kuasa pengelolaan atas tanah yang disebut milik negara," kata Alldo.
Alldo berpedoman pada Pasal 1963 juncto 1967 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam pasal tersebut disebutkan warga yang menduduki tanah dengan iktikad baik selama 30 tahun atau lebih berhak mendaftarkan tanah yang mereka tempati sebagai miliknya.
Menanggapi hal ini, Ahok, mengatakan dirinya memang mempersilakan warga DKI untuk mendaftarkan status tanah mereka. Perihal dikabulkan atau tidak, kata dia, itu urusan Badan Pertanahan Negara setempat.
Lagipula, kata Ahok, tindakannya sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Dalam pasal soal ganti rugi disebutkan warga yang memiliki sertifikat hak milik atas suatu tanah berhak meminta ganti rugi terhadap pemerintah. Karena itu, dia mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 190 Tahun 2014 soal mekanisme ganti rugi.
"Asal mereka punya surat kepemilikan tanah asli, bahkan girik sekalipun saya ganti kok," kata dia.
PBB
Bahkan, Ahok mengaku lebih senang untuk memberikan uang tunai jika diperbolehkan. Tapi, biro hukum DKI tak memperbolehkan penggantian uang tunai begitu saja, jika tak ada bukti sah kepemilikan tanah. Jadi, saya putuskan untuk menggantinya dengan rumah susun.
"Saat saya tanya surat tanah, warga malah memberikan surat jual-beli di atas tanah negara. Berarti mereka mengakui kalau tanah itu punya pemerintah kan," kata Ahok.
Ahok juga mengatakan dirinya tak masalah jika dilaporkan lagi ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal gusuran yang diklaim melanggar HAM.
Dia bercerita saat masih menjadi wakil gubernur DKI, dirinya pernah didatangi perwakilan divisi HAM di PBB. Kala itu ramai kasus gusuran warga Marunda.
Ahok pun menjelaskan bahwa warga Marunda tak memiliki sertifikat tanah resmi untuk tanah dan bangunan yang mereka tempati.
"Bagi saya, lebih melanggar HAM saat pemerintah bongkar rumah warga yang jelas-jelas punya sertifikat," kata Ahok.
"Saya ini kan bongkar rumah yang tak punya sertifikat resmi. Seharusnya mereka tak berhak ganti rugi apapun, tapi kami tetap bertanggungjawab dengan mempersiapkan rumah susun. Kurang baik apalagi?"