Protes Pengelola
Niat pemerintah melarang metro mini beroperasi, menuai tanggapan dari pengelola. Direktur Utama PT Metro Mini Nofrialdi menganggap pelarangan itu merupakan tindakan sewenang-wenang. Menurutnya Dishubtrans DKI Jakarta hanya melihat satu sisi. Tidak melihat nasib pengemudi metro mini yang dikandangkan.
“Jangan langsung disetop dan dikandang-kan. Seharusnya pemerintah [Dishubtrans DKI Jakarta] bisa bersikap arif. Paling tidak diperingatkan terlebih dahulu. Jangan main sita dan kandangkan [kendaraan],” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (21/12/2015).
Kritikan tersebut dia lontarkan karena ada 1.200 orang yang bergantung hidup dari kendaraan itu. Mereka adalah para sopir dan kernet. Jumlah ini belum termasuk anggota keluarga yang harus dihidupi.
Nofrialdi mengklaim, satu metro mini bisa menghidupi 16 orang. Perhitungan ini didasarkan pada jumlah shift pengemudi dan kernet. Untuk satu kendaraan yang sama, sebanyak dua orang bertugas pada pagi hingga siang hari dan dua orang pada sore hingga malam hari.
“[Tim] Itu saja, kalau sehari ada empat orang. Belum lagi jumlah keluarga mereka. Taruhlah satu sopir punya istri dan dua anak. Kalau dijumlahkan seluruhnya mencapai 16 orang.”
Nofrialdi menyanggah tuduhan sebagian kalangan ihwal buruknya perawatan moda transportasi yang dikelolanya tersebut. Menurut dia, perbaikan dan perawatan rutin selalu dilakukan setiap bulan.
Biaya perawatan satu unit metro mini mencapai Rp3 juta per bulan. Biaya itu, jika dikalikan dengan total 1.500 unit eksisting yang beroperasi, dapat mencapai Rp4,5 miliar. Jika dibandingkan dengan kalkulasi penghasilan pengelola yang mencapai Rp13,5 miliar, total biaya perawatan rutin mencapai 33,33%.
“Tentu [biaya] itu estimasi minimal, karena sifat perawatan yang kondisional, kadang bisa lebih bahkan tidak ada sama sekali,” katanya. Dia menyebutkan sebagian besar kendaraan yang dikelola telah lolos uji kelayakan (kir).
Oleh karena itu, dia heran kendaraan yang sudah lolos uji kelayakan tetap saja ditangkap. Jika memang kendaraan tak laik jalan, ujarnya, sebaiknya Dishubtrans sebagai regulator tidak menerbitkan hasil lolos uji kir. Uji kir merupakan lampu hijau bagi pemilik untuk mengoperasikan kendaraan.
“Uji kelayakan kan dikeluarkan oleh Dishubtrans. Sebagian besar Metro Mini kami sudah layak. Lantas kenapa masih dikandangkan?”
Sampai dengan akhir 2015, Metro Mini mengelola 3.100 unit kendaraan. Dari jumlah itu, hanya 1.500 unit (50%) yang beroperasi. Sisanya sengaja tak dioperasikan karena sejumlah persoalan mulai dari kelengkapan hingga kondisi kendaraan.
Mendapat kritikan, Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Andri Yansah bergeming. Dia bersikukuh tindakannya ini merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi transportasi di Kota Jakarta. Dia juga tak menyangkal, sebagian metro mini yang ditangkap dan dikandangkan telah lolos uji kelayakan.
Namun demikian, lanjutnya, uji kelayakan saja tidak cukup. Ada persoalan mendasar yang sering dilalaikan oleh pengelola maupun pemgemudi metro mini, yakni standard operation procedure (SOP). Salah satu standar tersebut ialah perawatan secara rutin.
Berdasarkan temuan petugas di lapangan, banyak metro mini yang jauh dari standar kelayakan. “Kami jelas kok, kendaraan harus lolos uji kelayakan. Tetapi itu tidak cukup. Mereka sudah sesuai SOP belum? Soalnya yang kami temukan di lapangan, banyak yang tidak sesuai standar. Ada yang tanpa rem, lampu, dan ban yang sudah halus. Kalau itu dibiarkan, mati semua penumpang,” tuturnya.
Dia juga menyorot perilaku dan penampilan pengemudi metro mini yang seringkali asal-asalan. Jangankan mengenakan seragam, banyak pengendara metro mini yang hanya memakai celana pendek.