Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEMO 4 NOVEMBER: Membaca Identitas Massa dan Mengelola Kecemasan Sosial

Pagi ini, Jumat 4 November 2016, Jakarta menampilkan wajah yang tidak biasa. Lalu lalang kendaraan dan kemacetan yang jadi rutinitas harian tergantikan dengan kehadiran massa yang akan melakukan aksi unjuk rasa yang dipicu pernyataan Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama terkait surat Al-Maidah ayat 51 saat ia membicarakan soal hak masyarakat untuk memilih atau tidak memilih kembali dirinya sebagai calon Gubernur DKI.
Massa dan kendaraan memadati kawasan Masjid Istiqlal jelang pelaksanaan aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11/2016)./Antara-Wahyu Putro A
Massa dan kendaraan memadati kawasan Masjid Istiqlal jelang pelaksanaan aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11/2016)./Antara-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Pagi ini, Jumat 4 November 2016, Jakarta menampilkan wajah yang tidak biasa. Lalu lalang kendaraan dan kemacetan yang jadi rutinitas harian tergantikan dengan kehadiran massa yang akan melakukan aksi unjuk rasa yang dipicu pernyataan Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama terkait surat Al-Maidah ayat 51 saat ia membicarakan soal hak masyarakat untuk memilih atau tidak memilih kembali dirinya sebagai calon Gubernur DKI.

Tulisan ini tidak akan membahas soal beragam tafsir atas pernyataan sosok yang akrab dengan panggilan nama Ahok ini. Mari kita berbincang soal pesan komunikasi dan kemunculan eksistensi dan identitas massa.

Charles Taylor, filsuf dan ahli politik, seperti dikutip dalam Good Life, The: Psychoanalytic Reflections on Love, Ethics, Creativity, and spirituality karya Jeffrey B. Rubin, State University of New York Press, 2004 menyatakan untuk mengetahui siapa Anda yang sesungguhnya tergantung dari orientasi pada ruang moral yang mana Anda berada, secepat apa Anda menjawab pertanyaan soal baik dan buruk, layak atau tidak layak, dan penting atau sepele.”

Jika dilihat dengan sudut pandang di atas, kita dapat membaca bahwa mereka yang berkumpul di Istiqlal dan berencana melakukan aksi siang nanti, usai Shalat Jumat adalah kelompok yang memandang bahwa turun ke jalan adalah bagian dari upaya menunjukkan sikap atas orientasi bahwa penistaan Al-Quran secara moral (kelompok) bukanlah hal yang bisa ditolerir. Tampil dalam aksi menjadi sebuah pesan bahwa itu adalah langkah yang layak, baik dan penting untuk dilakukan dengan tujuan agar tokoh yang diduga melakukan penistaan Agama ditangani secara proper dalam mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia.

Dari aspek identitas sosial, yang hadir di jalanan memberikan pesan soal siapa diri mereka. Mereka tak lain adalah kelompok masyarakat yang memandang perlu menunjukkan sikap bahwa dalam masyarakat yang pluralis ini ada bagian lapisan sosial yang bisa secara terbuka merespons apa yang dilakukan tidak semestinya oleh orang lain.

Kehadiran mereka pada hakikatnya adalah bentuk penunjukkan identitas pribadi dan keterkaitannya dengan identitas sosial terkait isu yang sedang bergulir. Ada yang secara sadar merasa memiliki keterkaitan antara identitas diri dan identitas sosialnya, walau juga tidak menutup kemungkinkan ada pihak-pihak yang mencantol dan mengaitkan dirinya dengan identitas sosial yang sedang bersama-sama menunjukkan eksistensinya.

Lalu, apakah ini presentasi seluruh identitas diri dan identitas sosial di Indonesia terkait kasus yang sedang berkembang? Perbincangan di sosial media, termasuk whatsapp memberikan sinyalemen bahwa identitas sosial terkait isu penistaan agama ini beragam. Selain mereka yang turun ke jalan saat ini, juga tak sedikit yang memilih bertahan untuk tidak meleburkan diri dalam identitas sosial yang sedang terbangun atau sedang dibangun dalam aksi hari ini.

Di antara yang tidak melebur, adalah mereka yang khawatir, juga yang memiliki sinyalemen bahwa di antara identitas yang sedang berunjuk rasa itu rentan dimanfaatkan kepentingan yang beragam, dari kepentingan ekonomi, politik, hingga ideologi radikal.

Seberapa sahih prasangka mereka yang tidak melebur membentuk identitas sejenis ? Itu adalah perkara lain. Tapi yang jelas, mereka yang di luar identitas sosial pengunjuk rasa hari ini, dalam satu hal memiliki pandangan yang sama dengan pengunjuk rasa bahwa penistaan agama tidak bisa didiamkan. Hanya saja, mereka memilih cara yang lain sambil siap mengantisipasi kemungkinan jika yang mereka khawatirkan mewujud menjadi kenyataan.

Dengan kata lain, eksistensi dan kemunculan identitas sosial yang direpresentasikan kelompok massa yang berunjuk rasa hari ini tidak identik dengan keseluruhan eksistensi dan identitas Muslim se-Indonesia.

Sedangkan mereka yang berunjuk rasa bisa dikategorikan sebagai bagian dari identitas sosial yang ingin mendapatkan kepastian sosial bahwa tuntutan penanganan hukum secara adil dan tidak pandang bulu bisa dilaksanakan. Mereka adalah juga bagian dari bentuk partisipasi demokratis dalam menyampaikan aspirasi.

Apa yang muncul dan tidak muncul di jalanan adalah pilihan, dan dari aspek demokrasi keduanya berhak memilih cara berekspresi dengan pilihan gayanya masing-masing.

Respons Publik

Aksi unjuk rasa dengan konsentrasi massa besar dan tema sensitif serta pelaku berasal dari identitas keagamaan mayoritas wajar menimbulkan kecemasan dari mereka yang tidak terlibat di dalamnya. Walau sebetulnya, sebagai bentuk partisipasti demokratis, siapa pun boleh berunjuk rasa dan tidak perlu dicemaskan selama pengamanan yang dilakukan aparat sudah terukur dan memadai.

Derajat kecemasan itu semakin terasa ketika beberapa hari sebelum hari ini kita menyaksikan berbagai bentuk interaksi pihak-pihak prominen seperti pertemuan di Bogor antara Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto, serta pertemuan SBY dengan Wapres Jusuf Kalla.

Terlepas apakah dua pertemuan berbeda itu dilakukan dalam satu skenario yang sama atau tidak, publik menangkap bahwa aksi hari ini, 4 November, bukanlah aksi yang biasa.
Terlebih dengan munculnya berbagai pernyataan dari istitusi lain baik ormas maupun parpol dan lembaga tinggi negara. Walau pun secara formal pesan yang disampaikan adalah imbauan agar aksi unjuk rasa berjalan damai dan aparat melakukan pengamanan secara profesional, feeling atau rasa publik walau tidak disadari akan melingkar pada metapersepsi, mencari tahu pesan tersirat apa dari pesan-pesan agar aksi demo berjalan damai dan tanpa kekerasan.

Walhasil, produksi interaksi dan pernyataan berbagai kalangan, alih-alih menentramkan, malah makin menggaungkan kecemasan publik, menimbulkan sebuah kecemasan sosial.

Wikipedia menyebutkan, salah satunya, bahwa kecemasan social adalah suatu kondisi yang menggambarkan pengalaman kecemasan. Hal itu terkait misalnya dengan emosi yang labil, ketakutan, dan rasa khawatir yang bisa muncul sebagai akibat dari anggapan atas situasi sosial.

Maka, menjadi tidak mengherankan jika respons publik yang muncul bisa berupa perkantoran yang mendadak sepi, atau pusat perbenlanjaan yang tiba-tiba diliburkan atau karyawan toko yang dipulangkan lebih cepat.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satunya karena munculnya kecemasan sosial dan kekhawatiran atas kemungkinan terjadinya hal yang buruk. Malangnya, rasa cemas tersebut langsung atau tidak langsung dipengaruhi gaya komunikasi elite dan kebanyakan kita dalam menghadapi aksi 4 November hari ini.

Mau tidak mau, harus diakui bahwa kita bersama gagal mengelola konflik agar bisa berlangsung secara damai dan tidak menyebabkan kecemasan massal yang kontraproduktif serta tidak perlu.

(Penulis adalah redaktur Bisnis.com dan pendiri Pusat Kajian Komunikasi dan Keindonesiaan. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler