Bisnis.com, JAKARTA - Pilkada DKI Jakarta dipastikan berlangsung dua putaran setelah tidak ada pemenang yang memperoleh suara separuh plus satu dari tiga pasangan calon yang bersaing pada 15 Februari lalu.
Dinamika tersebut membuat konstelasi politik partai pendukung maupun strategi pemenangan masing-masing petarung akan berubah. Demikain pula dengan isu dan strategi kampanye yang akan dijual ke publik sebagai pengguna hak pilih yang sah.
Maklum, putaran kedua merupakan partai ‘hidup mati’ karena untuk menang cukup mencari selisih suara, sekecil apapun itu. Sedikit saja kesalahan pada strategi maupun isu yang dimunculkan akan berakibat fatal mengingat selisih jumlah raihan suara dua pemenang putaran pertama relatif tipis.
Quick count versi IndoBarometer menunjukkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) meraih 43,72% dan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) sebesar 39,11%, atau dengan selisih suara hanya 4,61%.
Sedangkan, pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (Agus-Sylvi) tereliminasi di putaran pertama karena hanya meraih 17,7% suara.
Kini yang menjadi pertanyaan adalah akan ke mana suara pendukung Agus-Sylvi berlabuh? Kecuali Partai Demokrat, pasangan itu didukung oleh tiga partai berbasis massa Islam yakni, PKB, PPP, dan PAN yang tidak lain adalah partai koalisi pemerintah.
Keberadaan mereka yang tidak satu perahu dengan PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Hanura sebagai pendukung pasangan Ahok-Djarot tentu akan menimbulkan dinamika baru pada kontestasi politik Ibu Kota. Apalagi, PDIP telah menggoda ketiga partai itu untuk mendukung pasangan nomor urut dua.
Intervensi Istana
Memilih mendukung pasangan Anies-Sandi akan berimplikasi pada keharmonisan di dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sedangkan pada sisi lain, memilih mendukung pasangan Ahok-Djarot berarti melawan sentimen politik mutakhir yang bernuansa agama, salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam setiap pilkada di Indonesia.
Tidak hanya itu, pilihan dukungan pada Ahok juga akan berbenturan dengan fatwa Majelis Ulama Indoensia (MUI) yang menyatakan petahana telah menistakan agama. Sebagai terdakwa dalam kasus penistaan agama, Ahok sendiri telah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara selain telah memicu beberapa kali aksi demo.
Sulit untuk dipungkiri bahwa aksi demo yang dipicu sentimen agama berkorelasi positif terhadap naiknya suara Anies-Sandi dalam dua bulan terakhir.
Akan tetapi, pada sisi lain stigma pasangan Anies-Sandi yang didukung oleh kelompok Islam moderat perkotaan yang diwakili PKS dan kelompok garis keras pendukung Front Pembela Islam (FPI) sulit untuk dihindari. Pada titik tersebut agak sulit bagi pendukung PKB maupun sebagian massa pendukung PPP yang lebih banyak berbasis masa kaum nahdliyin (NU) untuk mendukung pasangan yang ditopang oleh PKS dan Partai Gerindra.
Sedangkan kalau terjadi pembelahan tajam pendukung dari sisi sentimen agama, tentunya tidak akan ada persoalan sebagaimana juga dengan PAN, representasi kelompok mayoritas Muhammadiyah.
Begitu juga dengan sejumlah elemen ormas Islam lainnya. Dalam konteks sentimen agama ini, Anies-Sandi akan diuntungkan.
Dinamika Politik
Kendati demikian, di tengah tingginya dinamika politik pilkada, tentu faktor Istana tidak bisa dibaikan. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Presiden Jokowi akan tinggal diam. Godaan PDIP kepada ketiga partai tersebut untuk mendukung Ahok sangat mungkin didukung oleh Presiden Jokowi.
Dalam konteks itulah Presiden Jokowi punya ‘kartu truf’ yang bisa diturunkan untuk memenangkan Ahok dengan menuntut kesetiaan partai tersebut kepada pemerintah. Pasalnya, para menteri kabinet yang berasal dari ketiga partai itu merupakan para pembantu presiden.
Pertarungan politik di Jakarta sangat menentukan stabilitas pemerintah. Pertarungan politik Ibu Kota juga akan menjadi landasan politik yang kuat menuju Pilres 2019, sehingga Presiden Jokowi yang telah jauh-jauh hari diusung oleh Partai Golkar untuk menjabat kembali pada periode kedua menjadi sangat berkepentingan.
Dalam konteks dan dinamika demikian, masih sulit memang untuk menebak-nebak pasangan yang akan keluar sebagai pemenang di putaran kedua Pilkada DKI 2017, Ahok atau Anies