Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DKI dan Tangsel Berniat Buang Sampah ke TPAS Nambo

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) meilirik Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Regional Lulut-Nambo di Kabupaten Bogor.
Tumpukan sampah di Teluk Jarta, Kepulauan Seribu/Antara
Tumpukan sampah di Teluk Jarta, Kepulauan Seribu/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang Selatan  (Tangsel) meilirik Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Regional Lulut-Nambo di Kabupaten Bogor.

Kedua pemerintahan tersebut, kata Iwa, berminat memanfaatkan fasilitas TPAS Regional Lulut-Nambo yang awalnya disiapkan untuk mengolah sampah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok.

“DKI dan Tangerang Selatan berminat dalam rapat BKSP (Badan Kerjasama Pembangunan) Jabodetabekjur pada 3 April 2018,” kata Iwa, Jumat (6/4/2018).

Menurut Iwa, Salah satu pembahasan rapat kerja itu, kata Iwa, menyinggung soal sampah.

“Ketuanya sekarang dipimpin oleh Gubernur Jawa Barat. Saya ditugaskan rapat dengan 12 bupati dan wali kota di wilayah tersebut. Ada beberapa isu utama yang jadi pembahasan saat itu,” ucap Iwa.

Iwa mengatakan pembangunan TPPAS Regional Lulut Nambo yang dimulai sejak duat tahun lalu, kini masih proses konstruksi. Penyebabnya, masih terganjal soal belum tuntasnya kesepakatan antara pemenang lelang dari PT Jabar Bersih Lestari (JBL) dengan PT Indocement yang akan membeli produk refuse derifed fuel (RDF), bahan alternatif pengganti batu bara yang dihasilkan fasilitas pengolah sampah itu.

“Mudah-mudahan April ini financial-closing selesai. Sehingga proses konstruksi bisa dilanjutkan,” kata Iwa.

Percepatan Pembangunan

Menurut Iwa, dalam rapat tersebut dibahas soal percepatan pembangunan TPPAS Lulut Nambo untuk penyelesaian masalah sampah regional.

“Seluruh infrastruktur sarana prasarana, termasuk regulasinya terkait MoU dan Perda terkait dengan Nambo itu sudah selesai. Untuk mengatasi tumpahya sampah di Bogor dan Depok, diharapkan pembangunan Nambo dipercepat,” ujar Iwa.

Iwa mengatakan, di tengah pembahasan itu terbit tawaran dari  DKI Jakarta dan Tangerang untuk ikut memanfaatkan TPPAS Lulut-Nambo. Tanggerang Selatan misalnya, seharinya menghasilkan sampah sekitar 1.000 ton.

 “Dimungkinkan untuk Tangerang Selatan dan DKI ikut kerjasama untuk membuang sampah di Nambo, mengingat sudah signifikan masalah sampah di daerahnya masing-masing, sehingga perlu diantisipasi bila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan di TPA Bantargebang, Kota Bekasi,” ujar Iwa.

Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Jawa Barat, Anang Sudarna mengatakan, sejumlah pembasahan pasal kerjasama antara PT JBL dan PT Indocement sudah hampir tuntas. Pemerintah provinsi tidak bisa mencampuri pembicaraan kedua perusahaan itu, karena lingkup bahasannya bussines to business (B to B).

“Masih ada beberap detil teknis yang sedang mereka diskusikan,” kata Anang.

Anang berharap, paling cepat pertengahan April ini sudah ada kata sepakat keduanya soal financial closing atau kerjasama bisnis rencana pembelian produk RDF yang dihasilkan TPPAS Lulut-Nambo dengan PT Indocement.

“Kalau harga sudah oke,”  kata Anang.

Anang mencontohkan, salah satu kesepakatan yang sudah dicapai adalah harga penjualan produk RDF itu berkisar Rp 300 ribu per ton, dengan perjanjian harganya akan naik setiap tahun. Pembahasan yang tak kunjung tuntas soal batas maksimal dan minimal yang disepakati dengan harga rata-rata batubara dalam 9 tahun terkahir sebagai pembandingnya.

“Pertanyaannya, apakah harga akan naik terus? Jangan dong. PT JBL minta batas harga rata-rata batubara 27 dolar AS per ton, tapi Indocement minta 26 dollar AS agar jangan ada kenaikan harga lagi dong, yang minimal 6 persen per 2 tahun,” kata Anang.

Anang mengatakan, keduanya menyepakati harga batubara yang menjadi patokan itu rata-rata fluktuasi harganya dalam 9 tahun terakhir. “Mudah-mudahan mereka bisa ambil titik tengahnya,” kata Anang.

Harga ekstrem maksimal dan minimal batubara yang jadi patokan itu, ujar Anang, salah satu yang belum disepakati keduanya. “Ketika harga naik sampai di angka berapa mereka harus renegosiasi lagi. Begitu juga harga minimum.”

PT JBL merupakan konsorsium sejumlah perusahaan yang berasal dari Korea, Malaysia, dan Indonesia. Salah satu BUMD Jawa Barat, yakni Jasa Sarana, juga menjadi salah satu pemegang saham di perusahaan itu. PT JBL adalah pemenang tender pembangunan dan pengoperasi TPAS Regional Lulut-Nambo untuk Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper