Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta dituntut untuk memilik konsep yang jelas terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur dasar melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang secara keseluruhan ditargetkan selesai pada 2030.
"Jangan sampai ini hanya ambisi yang kosong, pembangunannya asal-asalan tanpa konsep yang jelas," ujar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan, Kamis (11/4/2019).
Selain itu, mengingat besarnya anggaran yang dibutuhkan maka sistem pengawasan juga harus diperketat dan melibatkan masyarakat. Infrastruktur yang dibangun juga harus dipastikan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Ibeth Koesrini pun mencatat hingga saat ini belum terdapat panduan bagi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) atau BUMN/BUMD pelaksana untuk menyusun anggaran dan melaksanakan kewajiban pembayaran kompensasi kepada badan usaha.
Diperlukan suatu pedoman bagi PJPK yang paling tidak mengatur kriteria pengalokasian sera mekanisme penganggaran dana kompensasi finansial dan pengaturan jenis belanja serta mata anggarannya.
"Kriteria penganggaran dapat berupa adanya suatu kajian yang menyimpulkan bahwa tingkat keterjadian dan besaran kompensasi finansial yang harus diberikan adalah pasti akan terjadi, serta menjelaskan sebab-sebab terjadinya risiko infrastruktur dan mitigasi risiko yang telah dilaksanakan oleh PJPK," kata Ibeth, Kamis (11/4/2019).
Baca Juga
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan percepatan pembangunan infratruktur senilai Rp571 triliun yang meliputi pembangunan transportasi massal seperti MRT dari saat ini 16 km menjadi 223 km dengan nilai Rp214 triliun.
Pembangunan LRT dari 5,8 km saat ini menjadi 116 km dengan nilai Rp60 triliun, perpanjangan TransJakarta dari saat ini 431 km menjadi 2.149 km dengan nilai Rp10 triliun.
Selain itu juga akan dilakukan pengangkatan jalur kereta yang ada di Jakarta menjadi melayang sepanjang 27 km dengan nilai Rp27 triliun.
Selain itu, DKI Jakarta juga mengusulkan kemudahan akses air bersih dari saat ini 60% masyarakat menjadi 100% dengan nilai Rp27 triliun, jaringan pengelolaan limbah dari 14% menjadi 81% dengan nilai Rp69 triliun serta penyediaan 600.000 unit rumah baru dengan nilai Rp90 triliun.
Selanjutnya, bus mikro juga akan direvitalisasi dengan menambahkan armada hingga 20.000 unit dengan nilai Rp4 milliar dan yang terakhir adalah pengendalian banjir dan penambahan pasokan air dengan nilai Rp70 milliar.
Dari seluruh proyek tersebut, hanya satu proyek yang tidak dapat di-KPBU-kan yaitu revitalisasi angkot yang membutuhkan nilai investasi mencapai Rp4 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan proyek-proyek lain. Adapun skema KPBU yang ditawarkan bervariasi mulai dari KPBU tarif dan KPBU availability payment (AP).
"Memang dari awal kita tidak berencana itu untuk APBD atau APBN saja, tapi justru kita melihat ini adalah rencana pembangunannya lalu opsi pendanaannya kita sedang bicarakan. Nanti sesudah fix setiap aspek nanti kita akan beritahukan," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (10/4/2019).