Bisnis.com, JAKARTA - Ketimbang mendukung moratorium, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) lebih fokus pada aspek pengawalan suara seniman untuk pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM) baru.
Plt Sekretaris Jenderal DKJ sekaligus Ketua Komite Film DKJ Hikmat Darmawan menekankan alasannya, yakni gedung-gedung sudah dalam keadaan dibongkar, arsip-arsip seni dalam keadaan darurat, dan para komunitas-komunitas seni sudah menanyakan kapan TIM bisa kembali digunakan.
"Yang jelas bagi kami kata horornya menghentikan sementara adalah sementara itu sampai kapan? Apa konsekuensinya? Ke gudang penyimpanan, kemarin kami 1 Januari terasa banget. Hujan ekstrim menyebabkan banjir, menyebabkan bocor, dan ada sebagian arsip kena banjir dan harus gunakan hair dryer," ujarnya, Rabu (19/2/2020).
Oleh sebab itu, DKJ pun mengambil sikap bahwa TIM perlu dipandang sebagai aset yang berkelanjutan. Utamanya terkait pengelolaan TIM ketika telah direvitalisasi nanti.
"Oleh karena itu, kesempatan kemarin ketika diundang gubernur, kami lontarlan isu-isunya. Terutama yang harus diwaspadai, kita cermati dan berpikir cerdas di wilayah pengelolaan. Itu tentu akan didiskusikan bahwa voting rights seniman gimana," ujar Plt Ketua Umum DKJ Danton Sihombing dalam kesempatan yang sama.
Pasalnya, DKJ berpijak pada Peraturan Gubernur No 63/2019 tentang Penugasan Kepada PT Jakarta Propertindo Untuk Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta TIM.
Dalam beleid Pergub tercantum bahwa Jakpro memiliki kuasa pengelolaan dan perawatan sarana-prasarana TIM selama 28 tahun, lewat skema Build Operate Transfer (BOT) sebelum akhirnya pengelolaan aset kembali ke tangan Pemprov DKI.
"Kalau shareholder ada juga stakeholder. Seniman adalah stakeholder, tapi terpenting voting rights ini gimana. Ketika voting itu kecil, kita akan kalah. Istilahnya, kawinnya gampang, cerainya susah. Itu yang sama-sama kita cermati, berdialog dengan sehat," Ujar Danton.
"Saya rasa sudah komitmen untuk peninjauan Pergub itu dan sudah ada untuk diseriuskan. Concern kita ini adalah yang disebut KSO, kerja sama operasional, antara pengikatan dua pihak. Pemprov DKI dengan Jakpro dalam perjanjian ini, bahkan DKJ tidak ada namanya," tambahnya.
Oleh sebab itu, DKJ mengusulkan agar unsur perwakilan seniman sebagai pemangku kepentingan TIM masuk dalam struktur KSO. Berada dalam Badan Pelaksana KSO, serta Badan Pengawas KSO.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto mengakui bahwa pembentukan secara resmi apakah pengelolaan TIM akan berbentuk perusahaan (PT), atau hanya Badan Layanan Umum (BLU) di bawah pemerintahan memang belum didiskusikan.
Namun, Dwi memastikan bahwa kepentingan seniman pasti diakomodasi. Isu komersialisasi TIM oleh Jakpro pun dibantah Dwi.
"Belum, tapi nanti komponen pengelolaannya adalah dua, orang yang mengerti infrastruktur, dan orang yang melakukan kurasi kesenian dan kebudayaannya," ujarnya, Rabu (19/2/2020).
"Apakah Jakpro akan masuk ke kurasi? Enggak. Karena DNA Jakpro bukan di sana. Nah, ini yang disalahterimakan, saya berkali-kali sampaikan, seolah-olah Jakpro menguasai kesenian. Enggak. Ini kolaborasi antara orang yang ngerti infrastruktur dengan orang yang berkompeten terhadap kesenian dan kebudayaan," tambahnya.
Dwi menjamin pihaknya akan terus melibatkan seniman baik dalam proyek maupun dalam pengelolaannya nanti, "Istilahnya co-creator. Jadi ini milikmu. Nanti kalau misalnya ada untung dan sebagainya, ya sudah diaudit, dan sudah dikembalikan untuk kemakmuran di TIM," tegas Dwi.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Operasional Jakpro Muhammad Taufiqurrachman menegaskan bahwa Jakpro tak mencari untung lewat pengelolaan TIM.
"TIM ini untuk kesejahteraan warga, tidak mengelola komersil untuk kesenian. Kita hanya bertanggung jawab untuk gedung dan parkir memadai. Kami tidak akan komersilin dan nanti harganya [sewa gedung] jadi mahal," jelasnya.
Seperti diketahui, Revitalisasi TIM kini memasuki babak baru setelah Komisi X DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Forum Seniman Peduli TIM. Isu moratorium pun kembali mencuat.
Sementara itu, Komisi X DPR RI akan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan PT Jakarta Propertindo selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengawal pembangunan.
Dalam catatan Bisnis, total investasi proyek Revitalisasi TIM sebesar Rp1,8 triliun akan terkucur lewat Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada Jakpro.
Pembiayaan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini disetorkan secara bertahap, yakni Rp200 miliar pada 2019, Rp1,15 triliun pada 2020, dan Rp450 miliar pada 2021.
Dalam dokumen timeline pembangunan yang diterima Bisnis, pada 2019 Jakpro menargetkan rampungnya konstruksi Entrance Area termasuk parkir dan lanscape, serta konstruksi Masjid Amir Hamzah.
Sementara tahun 2020, konstruksi Gedung Perpustakaan Baru dan konstruksi struktur dan bangunan Wisma TIM ditargetkan rampung.
Terakhir, konstruksi asrama seni budaya, upgrade planetarium, Graha Bhakti Budaya, dan interior dan finishing Wisma TIM pada Q2 2021, sehingga soft opening bisa digelar pada kisaran Q3 2021.