Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo mengaku upaya pengambilalihan pengelolaan air bersih dari PT PAM Lyonnaise Jaya mengalami kebuntuan.
Alasannya, kedua belah pihak belum menemukan titik temu terkait besaran internal rate of return (IRR) pada perjanjian ke depan.
“Dengan Palyja sejak 2010 sampai sekarang itu ada beberapa hal yang belum jelas terkait dengan perjanjian kerja sama. Salah satunya terkait IRR, imbalan, tol dan sebagainya. Itu proses yang sedang terjadi saat ini,” kata Hernowo melalui sambungan telepon, Kamis (26/1/2021).
Ihwal pembahasan teranyar dengan Palyja, Hernowo mengatakan pihaknya telah bersurat ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
PAM Jaya meminta BPKP melakukan supervisi terkait upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menarik pengelolaan air bersih dari perusahaan asal Prancis tersebut.
“Kami juga tetap minta bantuan Jaksa Pengacara Negara dan bersurat ke BPKP untuk memsupervisi bagaimana kemudian secara keuangan negara untuk kita sekarang ini mau mengurai permasalahan yang ada dengan Palyja,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Tatak Ujiyati menerangkan selama ini PD PAM Jaya berusaha memperluas cakupan pelayanan. Akan tetapi, lanjutnya, penyertaan modal daerah (PMD) yang diajukan selalu ditolak karena wewenangnya dimiliki oleh Palyja dan Aetra.
Selain itu, dengan pembiaran kontrak hingga 2023 ini maka Pemprov DKI Jakarta harus menyetorkan jaminan keuntungan kepada Palyja dan Aetra masing-masing sebesar Rp6,7 triliun dan Rp1,8 triliun.
PD PAM Jaya pada 1997 memberikan persentase jaminan keuntungan sebesar 22 persen kepada Palyja dan Aetra.
Proyeksi jaminan keuntungan yang diberikan kepada Aetra pada 2012 telah direvisi dengan menurunkan IRR hingga 15,8 persen.
PD PAM Jaya pun tidak lagi diwajibkan menanggung kekurangan setoran keuntungan apabila tidak mencapai persentase yang terdapat dalam kontrak.