Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentuh Rp15 Triliun, Pembiayaan LRT Pembangunan Jaya Dinilai Langgar Hukum

Dari aspek bisnis, rute awal trase LRT fase II yang ditetapkan oleh Jokowi dinilai tidak menguntungkan.
Suasana proyek pembangunan LRT (Light Right Transit) di Kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (11/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana proyek pembangunan LRT (Light Right Transit) di Kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (11/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan menyetujui usulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengubah rute LRT KPDBU Pembangunan Jaya sepanjang 32 kilometer menjadi Velodrome-Klender untuk kemudian dilanjutkan ke arah stasiun Cawang-Halim.

Pembangunan trase LRT itu diperkirakan menelan biaya sekitar Rp500 miliar per kilometer, sehingga total biaya biaya menyentuh di angka Rp15 triliun.

Belakangan, skema pembiayaan LRT KPDBU itu dinilai melanggar aturan hukum terkait dengan kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Pembangunan Jaya, pihak swasta yang mengerjakan proyek tersebut.

Berdasarkan catatan Bisnis, proyek LRT KPDBU ini bersifat unsolicited atau diprakarsai oleh pihak ketiga dalam hal ini PT Pembangunan Jaya.

Adapun, biaya investasi pembangunan itu ditaksir akan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp12 triliun. Sisanya Rp3 triliun, diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya.

Sebagai gantinya, PT Pembangunan Jaya mendapat privilege untuk memiliki 10 persen bobot penilaian dalam penentuan pemenang tender.

2 Skema Biaya

Beberapa kali kesempatan rapat bersama Komisi B DPRD DKI, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengungkapkan, terdapat dua skema pembiayaan yang mungkin untuk dikerjakan dengan PT Pembangunan Jaya.

Pertama, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menangung biaya pembangunan fisik atau pengerjaan kontruksi yang menelan biaya mencapai Rp12 triliun atau 80 persen dari keseluruhan nilai investasi.

Sementara, PT Pembangunan Jaya hanya memasukkan investasi sebesar Rp3 triliun atau 20 persen dari nilai investasi untuk pembelian kereta.

Skema kedua yang juga digodok adalah KPDBU Availability Payment (AP).

Artinya, semua biaya pembangunan ditanggung oleh PT Pembangunan Jaya, belakangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti biaya itu secara dicicil dalam periode waktu tertentu.

Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta dari fraksi PSI Eneng Malianasari menilai dua skema pembiayaan proyek LRT KPDBU berpotensi melanggar aturan hukum.

Adapun, aturan hukum yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

Berdasar pada kedua aturan hukum itu, Eneng mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat menjalankan dua skema pembiayaan tersebut bersama dengan PT Pembangunan Jaya.

Alasannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat mengeluarkan uang dalam skema KPDBU unsolicited atau yang diprakarsai oleh swasta.

“Oleh karena itu, kedua skema pembiayaan ini tidak sesuai aturan,” kata Eneng melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Kamis (29/4/2021).

Awalnya, Jokowi telah menetapkan Rute LRT Jakarta mulai dari Jakarta International Stadium hingga Manggarai melalui Perpres 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek dan Perpres 56/2018 tentang Proyek Strategis Nasional.

Hanya saja, ketetapan Jokowi itu kini direvisi oleh usul Anies pada akhir tahun 2020. Saat itu, Anies berkirim surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tertanggal 17 September 2020 untuk memohon persetujuan lintasan rute yang berakhir di Klender tersebut.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menuturkan, perubahan rute itu disebabkan karena faktor risiko keamanan dan perhitungan bisnis yang relatif minim pada trase awal LRT Jakarta Fase II. Pasalnya, elevasi bangunan trase LRT Jakarta di kawasan Manggarai berada pada ketinggian lebih dari 20 meter.

Di sisi lain, stasiun integrasi yang terletak di Manggarai dibangun di atas ketinggian 500 meter dari permukaan tanah.

“Jadi LRT yang tadinya Velodrome-Manggarai-Dukuh Atas, ini sesuai dengan surat menhub di 2018 itu perlu dilakukan penyesuaian, mengingat pada kawasan manggarai ada dibangun  double-double track,” kata Syafrin saat dijumpai di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (28/4/2021).

Dari aspek bisnis, rute awal trase LRT fase II yang ditetapkan oleh Jokowi dinilai tidak menguntungkan.

Lantaran, Syafrin beralasan, bakal ada dua koridor KRL yang berhimpitan mulai dari Manggarai hingga Dukuh Atas. Di sisi lain, rencana trase LRT Jakarta pada jalur itu bakal berhimpitan dengan KRL elevated loop line.

“Sehingga dari sisi teknis transportasi, demand, itu akan saling memakan dan tentu ini menjadi tidak feasible untuk sebuah layanan yang dibangun dengan biaya mahal,” kata Syafrin.

Sentuh Rp15 Triliun, Pembiayaan LRT Pembangunan Jaya Dinilai Langgar Hukum

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dijumpai di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (28/4/2021). JIBI/Bisnis-Nyoman Ary Wahyudi

Menhub Setuju

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belakangan menyetujui usulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memindahkan trase pembangunan LRT Jakarta ke Velodrome-Klender untuk dilanjutkan ke Stasiun Cawang.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Perkeretaapian (Kemenhub) Danto Restyawan membeberkan langkah itu diambil untuk mempercepat proses integrasi sistem layanan angkutan umum di wilayah Jakarta Timur. Sembari, merespons perkembangan jalur perkeretaapian yang tengah dibangun oleh pemerintah pusat.

“Akan ada pertemuan dengan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung dengan LRT, jadi gini dari Klender nanti akan diteruskan ke Halim itu kan baru akan dimasukkan ke dalam PSN,” Danto melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Rabu (28/4/2021).

Selain itu, pemindahan trase pembangunan LRT Jakarta yang berakhir di Klender juga dimaksudkan untuk menggabungkan dengan trase LRT Bodebek. Nantinya, LRT Bodebek bakal terhubungan dengan milik DKI Jakarta di Stasiun Cawang.

“LRT Jabodebek pusatnya itu di Cawang, ke Bekasi, Bogor, Cawang ke Cibubur ke Dukuh Atas nanti integrasinya di situ di Halim itu mereka bisa ke situ juga,” tuturnya.

Saat ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tengah mengusulkan kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memasukkan perubahan rute LRT Jakarta KPDBU itu ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper