Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah viralnya surat Gubernur DKI Jakarta kepada Michael Bloomberg, terungkap rincian aliran dana entitas milik miliuner asal Amerika Serikat ini.
Vital Strategies, entitas bisnis dari The International Union Against Tubercolusis and Lung Disease (The Union), salah satu penerima dana terbesar Bloomberg Philanthropies untuk gerakan antitembakau mengaku memberikan dana ke sejumlah pemerintah daerah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta.
Sokongan dana tersebut disebut sebagai kontribusi Vital Strategies untuk mendorong terbentuknya regulasi larangan promosi rokok.
Hal tersebut terungkap dari dokumen pajak (Form 990) Vital Strategies kepada Internal Revenue Service (IRS) yang merupakan otoritas pajak di Amerika Serikat.
Dalam Form 990 tahun 2017, Vital Strategies mengklaim regulasi terkait larangan promosi dan iklan rokok di Jakarta dan Bogor merupakan hasil kerja mereka bersama pemerintah daerah setempat.
Menyikapi hal ini, pengamat kebijakan publik Dedek Prayudi menduga Sergub 8/2021 merupakan aksi cepat untuk mendapatkan dana hibah, alih-alih mengurangi prevalensi merokok.
Baca Juga
Sebab, menurutnya, menutup bungkus rokok di etalase minimarket, atau warung bukan cara yang efektif.
Dedek juga mempertanyakan pertimbangan Anies meneken sergub tersebut.
Menurutnya, jika merujuk kebijakan serupa di negara lain, sebelum menutup etalase rokok, sudah ada mekanisme pemeriksaan identitas yang jauh lebih efektif membatasi pembelian rokok, atau mencegah anak di bawah umur untuk membeli rokok.
“Sehingga saya menduga apa yang dilakukan Anies ini tidak lebih dari gimmick saja untuk dapat quick sponsorship dana dengan mudah, karena penutupan pajangan lebih mudah dilakukan dan dilihat publik dibandingkan pemeriksaan identitas,” ujar Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) dalam keterangannya, Senin (11/10/2021).
Soal dugaan kucuran dana, Dedek mendesak Anies dan Pemprov DKI Jakarta memberi penjelasan.
Menurut dia, Pemprov DKI tak bisa sembarangan menerima dana dari asing, baik berupa pinjaman maupun hibah. Beberapa regulasi disebut Dedek telah mengatur mekanisme pemberian hibah asing ke pemda dengan sejumlah syarat dan ketentuan.
Dana seharusnya diterima dan disalurkan oleh kementerian terkait kepada pemda, serta telah disetujui oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
“Pemprov DKI harus dapat menjelaskan hal ini, apakah sudah memenuhi ketentuan hibah, kalau tidak berarti dana yang diterima ilegal. Ketentuan dana hibah ini diatur sedemikian rupa agar asing tidak sembarangan ke daerah, kalau sembarangan daerah bisa dikendalikan asing,” sambungnya.
Sementara itu, pPeneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Gurnadi Ridwan sepakat, bahwa ada ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemda dalam menerima dana asing.
Apalagi, menurutnya, pengawasan legislatif di daerah tak seketat di tingkat nasional.
“Kalau di DPR pengawasan terhadap dana masuk ke pemerintah pusat cukup ketat. Berbeda dengan di daerah, DPRD kurang aksinya dalam rangka mengawasi hal ini, sehingga dana-dana dari asing relatif lebih mudah masuk ke daerah,” terangnya.