Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Divestasi Cucu Usaha JakPro ke Grup Astra Disorot BPK, Ini Kata Wagub DKI

Pemprov DKI terus berkoordinasi dengan BPK maupun Inspektorat terkait temuan terkait divestasi PT Jakarta Marga Jaya ke Grup Astra.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meninjau angkot di kawasan Tebet Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). JIBI/Bisnis-Pernita Hestin Untari
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meninjau angkot di kawasan Tebet Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). JIBI/Bisnis-Pernita Hestin Untari

Bisnis.com, JAKARTA-- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria turut menanggapi terkait divestasi saham cucu usaha PT Jakarta Propertindo (JakPro) PT Jakarta Marga Jaya (JMJ) ke PT Astra Tol Nusantara yang sarat masalah. 

Sekadar informasi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) penjualan aset tersebut memiliki potensi kekurangan pendapatan karena penghitungan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) tidak wajar.

BPK kemudian meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta supaya melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas penjualan saham PT JMJ.

Riza Patria memaparkan bahwa hal tersebut akan menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta. Dia juga mengklaim bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan BPK maupun Inspektorat DKI Jakarta. 

"Kami terus berkoordinasi dengan BPK dan Inspektorat dari kami, bagian keuangan daerah juga terus melakukan koordinasi ya. Semua kami koordinasikan dengan baik," kata Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (27/9/2022) malam. 

Prinsipnya, lanjut Riza Patria, pihaknya akan mempertanggungjawabkan dan menghadirkan laporan yang transparan secara terbuka dan independen. 

"Sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Makanya Alhamdulillah DKI Jakarta sudah dapat 5 kali WTP [Wajar Tanpa Pengecualian] berkat dukungan semua," katanya. 

Sorotan BPK

Dalam catatan Bisnis, BPK sebelumnya menyebutkan penjualan saham PT JMJ berpotensi mengakibatkan kekurangan pendapatan antara Rp329,1 miliar hingga Rp400-an miliar.

Kekurangan pendapatan tersebut karena penghitungan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terhadap nilai pasar PT JMJ sebesar Rp642,1 miliar tidak wajar.

Menurut BPK, nilai pasar PT JMJ jika dihitung ulang dengan menggunakan tarif pajak yang sesuai dan data traffic UP2M, serta DCF 80 persen dan P/BV 20 persen maka nilai Pasar PT JMJ seharusnya Rp1,3 triliun atau hampir dua kali lipatnya dari penghitungan yang dilakukan oleh KJPPR.

DCF atau dicounted cash flow atau arus kas terdiskon menurut beberapa sumber adalah metode menghitung valuasi saham menggunakan Future Free Cash Flow (FFCF) dan diskon Weighted Average Cost of Capital (WACC) untuk mendapatkan nilai di masa depan yang potensial dalam melaksanakan investasi.

Sementara P/BV atau Price to Book Value adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan harga saham dengan nilai buku perusahaan.

Artinya, jika JIP (anak usaha Jakpro) memiliki 51 persen saham, maka nilai saham PT JMJ yakni 51 persen seharusnya senilai Rp665 miliar. Namun setelah divestasi, PT JIP hanya memperoleh pendapatan senilai Rp335,9 miliar atau ada selisih Rp329,1 miliar.

Nilai selisih tersebut lebih besar jika menggunakan skema DCF senilai 100 persen. Pasalnya dengan skema tersebut nilai pasar PT JMJ adalah senilai Rp1,5 triliun. Apabila nilai saham JIP di JMJ senilai 51 persen, nilai pasar PT JMJ (Jakpro) seharusnya Rp784,8 miliar.

Namun karena terjadi indikasi kesalahan mekanisme penghitungan sejak awal, maka ada potensi kekurangan pendapatan dari proses divestasi saham PT JMJ senilai Rp458,8 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper