Bisnis.com, JAKARTA-- Status divestasi saham milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk. (DLTA) masih belum diketahui.
Rencana tersebut merupakan salah satu janji Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang masa jabatannya segera berakhir pada Oktober tahun ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta Budi Purnama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Iya, masih menunggu persetujuan DPRD," kata Budi saat dihubungi Bisnis, Jumat (29/7/2022).
Hal tersebut seperti yang diungkapkan Komisaris Utama Delta Djakarta Roy Tumpal Pakpahan pada Juni silam. Dia mengatakan bahwa pelepasan saham tersebut masih belum memperoleh persetujuan dari DPRD DKI Jakarta.
“Posisi terakhir proses pelepasan saham, tetap seperti yang disampaikan Gubernur Anies Baswedan. Program penjualan saham DLTA memang menjadi program prioritas yang merupakan janji kampanye sampai sekarang tidak pernah dicabut. Keputusannya tetap dijual,” kata Roy pada Kamis (16/6/2022).
Baca Juga
Adapun menurut Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia, Pemprov DKI Jakarta masih memiliki 210,20 juta lembar saham atau setara dengan 26.25 persen dari total saham perseroan.
Sementara itu, saham dari San Miguel Malaysia (L) Pte. Ltd. sebesar 467,06 juta saham atau setara dengan 58,33 persen dari total saham perseroan. Sisanya 123,9 juta atau 15,4 persen dikuasai masyarakat.
Kajian Sudah Diserahkan
Sebelumnya Badan Pembinaan BUMD telah menyerahkan kajian pelepasan kepemilikan saham sebanyak 210,20 juta lembar saham kepada DPRD DKI Jakarta sejak tahun lalu.
Pemprov DKI Jakarta telah berulangkali berharap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah segera menggelar pembahasan terkait nasib PT Delta Djakarta Tbk.
Sejak zaman Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno Pemprov DKI telah meminta secara langsung kepada DPRD untuk mengadakan rapat soal Delta.
Selain itu, Badan Pengawas Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terus menjalin komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP), dan pemangku kepentingan lain terkait regulasi yang mengatur perhitungan biaya serta sebagainya.