Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo mengeklaim banyak menerima aduan warga yang terdampak kebijakan penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK), padahal masih berdomisili di Jakarta.
Dia menyebut bahwa kebijakan itu berakibat adanya warga yang tidak dapat mengakses hak sebagai penerima bantuan sosial (bansos), seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
“Saya telah menerima banyak pengaduan dari warga yang KTP-nya nonaktif, padahal hanya pindah RT/RW atau kelurahan. Hal ini tentu harus digarisbawahi bahwa warga Jakarta yang hanya pindah alamat jangan sampai terkena dampak,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (6/7/2024).
Dirinya menyayangkan kejadian tersebut. Menurutnya, bantuan sosial itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Selain itu, Dwi juga mengatakan bahwa kebijakan pemblokiran NIK KTP warga tersebut berdampak pada pelayanan publik lainnya, seperti penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang kini tengah berjalan.
Itu sebabnya, dia meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengevaluasi kebijakan itu, terutama terkait penerapannya di lapangan.
Baca Juga
“Dikaji ulang terkait kesiapan teknis lapangannya. Karena banyak warga mengeluhkan NIK-nya yang nonaktif tersebut,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah menonaktifkan nomor induk kependudukan 284.614 warga yang sudah tidak berdomisili di Jakarta.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI, Budi Awaluddin mengatakan bahwa jumlah tersebut diperoleh dari warga yang menyesuaikan data kependudukannya secara mandiri.
“Bahwa [sekitar] 284.000 tersebut adalah warga yang telah secara mandiri atau sadar memindahkan identitasnya sesuai domisili,” katanya melalui pesan singkat, Rabu (26/6/2024).