Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Welfizon Yuza membantah melakukan diskriminasi dalam pembagian kuota operator layanan Jaklingko alias Mikrotrans.
Hal tersebut disampaikannya sebagai respons terhadap tuntutan sejumlah operator dan pengemudi Jaklingko yang berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (30/7/2024) lalu.
“Semuanya kita berikan kesempatan yang sama. Tinggal mereka mengajukan diri [untuk masuk program Jaklingko],” katanya kepada wartawan di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (1/7/2024).
Menurut dia, tidak ada monopoli yang dilakukan oleh salah satu operator dari sekitar 11 operator yang ada.
Welfizon menjelaskan, melalui kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO), biaya operasional Transjakarta turut disubsidi oleh APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Dengan demikian, pihaknya menegaskan bahwa PSO digunakan untuk layanan masyarakat sesuai dengan kebutuhan, tak terkecuali penambahan armada.
Baca Juga
“Penambahan unit, penambahan armada kita sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Jadi kalau makin banyak penggunanya, tetapi di situ unitnya terbatas, kita akan tambah unit,” imbuhnya.
Welfizon kemudian mengeklaim bahwa dari anggaran PSO yang dikucurkan Pemprov DKI sebesar Rp3,2 triliun pada 2023, pihaknya berhasil meningkatkan jumlah pelanggan hingga 48,8% dari tahun sebelumnya.
Menurutnya, hal ini menjadi bukti bahwa Transjakarta menjalankan layanan Mikrotrans sesuai aturan main.“Jadi anggarannya kita coba optimalkan, sehingga lebih banyak orang yang bisa memanfaatkan,” tandas dia.
Tuntutan Sopir Jaklingko
Diberitakan sebelumnya, sejumlah massa yang terdiri dari sopir dan operator unit Mikrotrans yang tergabung dalam Forum Komunikasi Laskar Biru (FKLB) melakukan demonstrasi di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (30/7/2024) lalu.
Koordinator lapangan aksi FKLB, Fahrul Fatah, mengatakan bahwa mereka menuntut sejumlah hal seperti transparansi pembagian kuota dari angkutan reguler yang bergabung dengan program Jaklingko yang selama ini dianggap tidak adil.
“Anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program Jaklingko, tetapi tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas,” kata Fahrul saat menyampaikan tuntutannya, Selasa (30/7/2024).
Selain itu, pihaknya juga meminta PT Transjakarta mengurangi aturan yang merugikan operator dan pengemudi, serta mempermudah proses peremajaan kendaraan yang masih layak operasional.
Sementara itu, Ketua FKLB Berman Limbong menyebut bahwa pihaknya juga meminta agar kebijakan upah bagi pengemudi Mikrotrans dirombak ulang. Pasalnya, menurut dia, para sopir tetap dipatok jarak minimal 100 km per harinya agar bisa mendapatkan penghasilan setara Upah Minimum Provinsi (UMP).
Itu sebabnya, sejumlah operator kendaraan umum tersebut menuntut keadilan dan meminta Heru Budi Hartono untuk bisa memberikan solusi.