Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Welfizon Yuza buka suara perihal tuntutan sopir layanan Jaklingko alias Mikrotrans terkait sistem upah per kilometer.
Dia menjelaskan, Transjakarta menjalankan kewajiban tersebut sebagaimana kontrak dengan pihak koperasi atau operator yang tergabung dalam program Jaklingko.
“Kami membayar ke koperasi [dengan hitungan] X rupiah per kilometer. Misalnya X rupiah berjalan 100 kilometer, berarti kita akan bayar 100 [dikali] X, kami akan bayar itu ke operator,” katanya di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (1/8/2024).
Lebih lanjut, tahap berikutnya menjadi tanggung jawab dari operator untuk mendistribusikan hasil perhitungan tersebut.
Menurut Welfizon, distribusi tersebut seyogianya mencakup pemilik operator, pramudi armada, hingga karyawan lain.
Dengan demikian, Transjakarta disebut tidak memiliki wewenang lain di luar prosedur itu.
Baca Juga
“Tanggung jawab kami adalah kontrak kita dgn koperasi atau operator ini. Setiap bulan nanti kita hitung produksinya berapa, lalu kita bayarkan,” bebernya.
Ketika ditanya perihal nominal harga penentuan sendiri (HPS) yang menentukan perhitungan upah tersebut, Welfizon menyebut bahwa kisarannya berada pada angka Rp4.000–5.000 untuk masing-masing operator.
Menurut dia, nominal tersebut bervariasi tergantung hasil negosiasi harga penawaran rupiah per kilometer dari operator dengan Transjakarta.
“Kisarannya sama. Bedanya sedikit, itu kan tergantung negosiasi. Begitu harga telah kita tetapkan, bedanya mungkin sekian rupiah, ada yang beda Rp5 per kilometer,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah massa yang terdiri dari sopir dan operator unit Mikrotrans yang tergabung dalam Forum Komunikasi Laskar Biru (FKLB) melakukan demonstrasi di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (30/7/2024) lalu.
Ketua FKLB Berman Limbong menyebut bahwa pihaknya juga meminta agar kebijakan upah bagi pengemudi Mikrotrans dirombak ulang. Pasalnya, menurut dia, para sopir tetap dipatok jarak minimal 100 km per harinya agar bisa mendapatkan penghasilan setara Upah Minimum Provinsi (UMP).
Dia menjelaskan, para pengemudi harus melakukan hal tersebut selama 28 hari kerja. Upah yang ada masih dapat dipotong jika terdapat masalah seperti kerusakan kendaraan.
Sementara itu, koordinator lapangan aksi FKLB, Fahrul Fatah, mengatakan bahwa mereka menuntut sejumlah hal seperti transparansi pembagian kuota dari angkutan reguler yang bergabung dengan program Jaklingko yang selama ini dianggap tidak adil.