Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah kebijakan dalam implementasi program Jaklingko di DKI Jakarta menjadi sorotan lantaran dianggap tidak memberikan rasa keadilan. Pemangku kepentingan terkait pun angkat bicara ihwal kondisi tersebut.
Tudingan praktik lancung dalam program Jaklingko itu disuarakan oleh ratusan orang yang merupakan sopir dan operator unit program tersebut saat berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Sopir dan operator unit Jaklingko yang tergabung dalam Forum Komunikasi Laskar Biru (FKLB) itu melakukan protes atas diskriminasi nyata yang dilakukan oleh PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) terhadap beberapa operator mitra program Jaklingko.
"Direksi TransJakarta menganakemaskan satu operator tertentu. Entah motifnya apa, namun banyak kesalahan yang selalu ditolerir, kuota penyerapan paling banyak yang diberikan terus menerus dan kemudahan lainnya," demikian pekik koordinator lapangan FKLB, Fahrul Fatah, saat menyampaikan tuntutannya, Selasa (30/7/2024).
Dalam aksi unjuk rasa itu, setidaknya mereka mengajukan tiga poin tuntutan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna memperbaiki implementasi program Jaklingko yang selama ini dianggap tidak adil.
Pertama, sopir dan operator unit Jaklingko menuntut transparansi pembagian kuota dari angkutan reguler yang bergabung dengan program yang mulai terealisasi sejak 2020 tersebut.
Baca Juga
Alasannya, selama ini masih banyak angkutan reguler yang ingin bergabung ke program Jaklingko, tetapi urung lantaran kuotanya terbatas.
“Anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program Jaklingko, tetapi tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas,” kata Fahrul.
Kedua, sopir dan operator unit Jaklingko meminta Transjakarta mengurangi aturan yang merugikan operator dan pengemudi, serta mempermudah proses peremajaan kendaraan yang masih layak operasional.
Untuk itu, para operator kendaraan umum tersebut menuntut keadilan dan meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono untuk bisa memberikan solusi.
Ketiga, sopir dan operator unit Jaklingko meminta perombangak ulang kebijakan upah bagi pengemudi Mikrotrans. Sebab, para sopir tetap dipatok jarak minimal 100 km per harinya agar bisa mendapatkan penghasilan setara Upah Minimum Provinsi (UMP).
Apalagi, para pengemudi harus merealisasikan target harian tersebut selama 28 hari kerja. Selain itu, upah pengemudi masih dapat dipotong jika terdapat masalah seperti kerusakan kendaraan.
“Ini tidak adil,” kata Ketua FKLB Berman Limbong.
Di samping ketiga tuntutan tersebut, kelompok massa ini pun mendesak pemecatan jajaran direksi Transjakarta.
RESPONS PEMPROV DKI
Tuntutan dari para sopir dan operator unit Jaklingko yang tergabung dalam FKLB itu pun mendapat respons dari Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Dia berjanji akan memperhatikan nasib sopir layanan Jaklingko.
Pria yang juga menjabat Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) RI itu juga mempersilakan para pengemudi armada Mikrotrans untuk menyampaikan keberatannya ke Transjakarta dan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.
“Yang kemarin demo, saya akan perhatikan. Asal berlandaskan dengan aturan yang ada,” katanya kepada wartawan di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2024) malam. Heru menjelaskan, pengoperasian Mikrotrans berkaitan erat dengan kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) yang diatur oleh Pemprov DKI Jakarta.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 43/2020 tentang PSO dan pemberian subsidi dari APBD kepada PT Transjakarta. Beleid tersebut memperbarui ketentuan serupa dalam Pergub No. 62/2016.
“Aturannya kan sudah dibuat sejak lama, Pergub-nya kan sudah dari tahun 2019 atau 2020. Dan aturan itu tidak berubah,” sambung dia.
Sementara itu, mengenai tuntutan untuk memecat jajaran direksi Transjakarta akibat polemik tersebut, Heru Budi melimpahkannya kepada Dishub DKI Jakarta untuk mengevaluasi.
Dirinya juga menekankan peran Transjakarta untuk menindaklanjuti dugaan adanya pemalsuan dokumen dari oknum operator agar armadanya dapat beroperasi.
“Itu tugasnya Transjakarta untuk menindaklanjuti pemalsuan dokumen. Transjakarta kan komisarisnya ada polisi, ada TNI. Jadi kalau ada pemalsuan itu ditindaklanjuti, karena itu menyerap PSO,” tandasnya.
Selain Pemprov DKI Jakarta, legislator pun angkat bicara ihwal problem yang mengadang program Jaklingko ini. Anggota Komisi B DPRD DKI, Gilbert Simanjuntak menyatakan pihaknya bakal segera memanggil pihak Transjakarta untuk mendengarkan penjelasan mengenai keluhan para sopir armada Mikrotrans tersebut, khususnya ihwal skema pengupahan dan pembagian kuota operator.
“Ya, kita akan panggil untuk dialog ini Transjakarta, menyikapi apa yang mereka [demonstran] sampaikan,” katanya, Rabu (31/7/2024).
Menurutnya, Dewan perlu mendengar penjelasan dari kedua belah pihak untuk memetakan permasalahan yang terjadi. Selain itu, dirinya juga berpendapat bahwa para sopir armada tersebut mestinya bisa menyampaikan aspirasi langsung kepada Komisi B maupun fraksi-fraksi partai politik yang ada di DPRD.
Namun, ketika ditanya perihal kapan pemanggilan tersebut akan dilakukan, Gilbert belum dapat memastikan lebih lanjut.