Bisnis.com, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta mengklaim akan meniru kota-kota besar di dunia seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto menuturkan bahwa Jakarta perlu memiliki sistem pemantauan udara yang lebih canggih, seperti yang digunakan di kota-kota besar dunia.
“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini Jakarta sudah memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlah sensor agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” jelasnya dalam keterangan resminya, Selasa (18/3/2025).
Lebih lanjut, DLH juga menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah agar pemantauan lebih luas dan akurat. Diklaim, bahwa dengan upaya ini, sumber pencemaran dapat terdeteksi lebih jelas, termasuk bagaimana polutan dari luar Jakarta masuk ke wilayah Ibukota.
Terlebih, Dia juga menekankan bahwa keterbukaan data dinilai menjadi langkah penting untuk memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Menurutnya, hal ini agar intervensi menjadi lebih efektif.
"Yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara,” ujar Asep.
Baca Juga
Di samping itu, Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari menuturkan bahwa polusi udara di Jakarta sebagian besar berasal dari aktivitas industri yang tersebar di wilayah Jabodetabek.
“Sektor industri, termasuk pembangkit listrik dan emisi karbon monoksida (CO), masih menjadi kontributor utama pencemaran udara, diikuti oleh emisi dari kendaraan penumpang," jelasnya.
Selain faktor internal, dikatakan bahwa kondisi udara Jakarta dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya, yang berkontribusi pada penurunan kualitas udara.
Puji kemudian juga menilai, bahwa interaksi antara berbagai sumber pencemaran menyebabkan tingkat polusi di Jakarta lebih kompleks.
Sebab demikian, lanjutnya, diperlukan koordinasi lintas wilayah dan pendekatan berbasis data yang lebih terbuka agar perbaikan kualitas udara Jakarta lebih signifikan.