JAKARTA: Proses renegosiasi perjanjian kerja sama Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta dengan dua mitranya, PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya, berjalan cukup alot sehingga dikhawatirkan akan terjadi dua tarif air bersih yang berbeda di Ibu Kota.
Direktur Utama Perusahan Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) Sri Widayanto Kaderi mengatakan renegosiasi perjanjian kerja sama dengan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palya) yang mencakup banyak aspek antara lain teknis, investasi dan hukum yang perlu pembahasan secara menyeluruh.
“Namun, progres renegosiasi dengan Aetra lebih maju, telah memasuki pembahasan detail sejumlah pasal, setelah kesepakatan umumnya disetujui kedua belah pihak, Aetra dan PAM Jaya, sehingga kami harapkan awal April nanti hasilnya sudah ditandatangani,” katanya di Jakarta hari ini.
Dia mengungkapkan manajemen Aetra lebih dahulu memproses renegosiasi perjanjian kerja sama (PKS) dengan sejumlah tawaran yang dapat disepakati seperti komitmennya untuk tidak menaikkan tarif dan penghapusan imbalan air atau soft fall kepada operator itu.
Pihak operator air bersih wilayah timur Jakarta itu, lanjutnya, menyatakan akan menekan utang atas soft fall dari perkiraan Rp7,3 triliun pada 2022 menjadi nol rupiah pada 2016 dengan berbagai upaya efisiensi dan rebalancing serta tidak akan menaikkan tarif air.
Menurut data milik PAM Jaya diungkapkan PKS mengamanatkan kenaikan soft fall 7%- 8% per tahun harus bayar oleh PAM Jaya kepada Aetra dan Palyja pada 2010 sebesar Rp7.076 per m3 menjadi Rp7,647 per m3 pada 2011, Rp11.068 per m3 pada 2013, Rp15.068 per m3 pada 2017 dan Rp19.085 per m3 pada 2022.
Jika soft fall itu diberlakukan sesuai PKS yang kini sedang direnegosiasi, maka PAM Jaya mengalami kerugian cukup besar dalam bentuk utang atas soft fall kepada operator mencapai Rp583,67 miliar pada 2010 dan menjadi sekitar Rp18,2 triliun pada 2022.
Sri mengatakan renegosiasi PKS antara PAM Jaya dan Palyja masih membutuhkan waktu lebih lama karena sampai sekarang baru memasuki tahap pembahasan mengenai sumber air baku, rencana investasi dan penurunan non revenue water atau tingkat kebocoran air.
“Kami harapkan Palyja segera menyampaikan materi pembahasan PKS, selain yang tiga hal itu agar bisa dituntaskan pembahasannya dalam smester pertama ini. Tentu, tarif air bersih dari Palyja dan Aetra harus sama, tidak boleh ada dua tarif di Jakarta,” katanya.
Sementara itu Presiden Direktur Aetra Mohammad Selim membenarkan secara prinsip proses renegosiasi PKS dengan PAM Jaya berjalan lancar, tinggal penyelesaian tahap akhir pada beberapa pasal dan aspek hukum yang diperkirakan rampung pada bulan depan.
“Perjanjian utama atau master agreement hampir selesai dan poin perjanjian secara garis besar sudah disetujui, tinggal penyelesaian tahap akhir pada sejumlah pasal dan aspek hukumnya sehingga kami harapkan bisa diteken bulan depan,” ujarnya.
Corporate Communication Head Palyja Meyritha Maryanie mengatakan renegosiasi PKS dengan Palyja relatif lebih rumit karena item bahasannya lebih banyak dan sepesifik sehingga prosesnya lama, misalnya tentang air baku yang sebagian merupakan air curah berasal dari PAM Tangerang.
“Palyja beli air curah dari PAM Tangerang seharga Rp2.205 per m3, belum termasuk biaya distribusinya, tetapi harga jualnya ke pelanggan tetap sama dengan operator lain Rp1.050 per m3. Hal seperti itu yang rumit dalam renegosiasi PKS,” ujarnya. (sut)