Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI Jakarta Muhammad Sangaji mengatakan bahwa fraksinya bakal ikut menggulirkan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) atau tidak masih menunggu keputusan resmi dari Partai Hanura.
"Saya tidak boleh memutuskan sendiri. Harus dirapatkan dan berdasarkan arahan pimpinan pusat dan dibuat keputusan bersama. Jadi bukan kewenangan saya sebagai ketua fraksi untuk memutuskan, tetapi sesuai dengan keputusan partai secara bulat," tuturnya, Rabu (15/4/2015).
Hal itu lantaran Fraksi Hanura mempunyai aturan yang berbeda dalam memutuskan sebuah perkara besar, dan harus melakukan rapat dengan pimpinan daerah, melibatkan dewan pimpinan cabang.
"Setelah itu hasilnya dibawa ke dewan pimpinan pusat. Kemudian dewan pimpinan pusat akan memberikan arahan," ujarnya.
Pihaknya mengaku saat ini teman-temannya di pimpinan cabang Partai Hanura sedang sibuk mempersiapkan hal tersebut.
"Ini teman-teman lagi sibuk juga di pimpinan cabang, makanya rapat belum dilaksanakan. Saya juga lagi menunggu rapat," tuturnya.
Menurutnya setiap fraksi mempunyai landasan dan aturan yang berbeda-beda dalam memutuskan sebuah perkara besar tentang HMP.
Dan anggota dewan di DKI Jakarta memiliki 3 opsi yang ada, pemakzulan, diberikan sanksi berat, atau gubernur minta maaf.
"Tapi kan belum ada rapim jadi opsi itu belum bisa menjadi sebuah kenyataan," tuturnya.
Ongen memaparkan bahwa untuk menjadi HMP, memerlukan beberapa proses. Sesuai peraturan harus ditandatangani 20 orang anggota dewan dan minimal 2 fraksi, dan harus ada rapat pimpinan.
"Tapi kan belum diadakan rapatnya, jadi kita sendiri belum tahu sejauh mana HMP disetujui oleh fraksi-fraksi. Kami sendiri juga belum ada arahan dari pimpinan," paparnya.
Pihaknya juga mengakui kapan akan diadakan rapat pimpinan dewan, mengingat hal itu merupakan kewenangan pimpinan.
"Kapan rapim, pimpinan yang berwenang. Dia yang menentukan kapan akan rapim, setelah itu ada bamus, kalau sudah terpenuhi persyaratan itu," tuturnya.
Pihaknya menambahkan apabila terjadi perbedaan pandangan politik adalah hal yang biasa dan menampik adanya perpecahan di tubuh dewan.
"Berbeda dalam sebuah demokasi itu biasa, tetapi persahabatan tetap terjaga, jadi kata siapa ada perpecahan. Perbedaan itu boleh ada, itu politisi," tuturnya.