Bisnis.com, JAKARTA--Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Andri Yansyah mengatakan pihaknya sudah menawarkan skema kerja sama, yakni membayar tarif rupiah per kilometer kepada beberapa pengusaha transportasi umum.
"Kami sudah tawarkan skema tersebut kepada Kopaja, Kopami, Metromini, dan Kowantas. Namun, yang memberi feed back baru Kopaja," ujarnya di Balai Kota, Senin (7/12/2015).
Padahal, kata Andri, jika pengusaha transportasi umum tersebut mengikuti skema tarif yang ditetapkan Pemprov DKI, maka pemerintah melalui PT Transjakarta bisa mengatur operasional angkutan umum di jalanan.
"Kalau mereka setuju dengan aturan ini, mereka wajib perbaiki armada dan training supir. Jadi, gak ada cerita tuh metromini atau kopaja rongsokan masih bawa penumpang," katanya.
Meski begitu, dia mengaku sangat sulit mengatur keberadaan Metromini di Jakarta. Walaupun memiliki bendera usaha, status kepemilikan armada Metromini masih dimiliki oleh perorangan.
"Kami mau ajak kerja sama gimana? Metromini lagi ada konflik internal. Jadi, kalau kita ajak yang satu, pihak yang lain gimana? Susah banget ngatur Metromini ini karena kepemilikannya bukan perusahaan atau koperasi," ujar Andry.
Untuk itu, saat ini Dishubtrans DKI mengambil langkah merazia semua armada Metromini yang tak laik jalan. Berdasarkan informasi, saat ini Pemprov DKI telah mencabut izin trayek 1.600 armada Metromini dari total 3.100 bus yang ada di jalanan. Bus-bus yang terkena razia tersebut dikandangkan di Rawa Buaya, Terminal Pulau Gebang, dan Kantor Walikota di lima wilayah DKI.
Pandangan mata masyarakat kepada manajemen Metromini semakin menajam kala terjadi kecelakaan maut kemarin. Metromini B80 jurusan Kalideres-Jembatan Lima menerobos palang perlintasan kereta sehingga tertabrak kereta rel listrik di perlintasan Angke, Jakarta Barat, Minggu pagi (06/12/2015). Kecelakaan maut tersebut menelan 17 korban jiwan dari total 24 penumpang, sopir, dan kernet yang ada di Metromini.