Bisnis.com, BANDUNG - Ternyata, sejak awal proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta, yang dikenal sebagai proyek reklamasi teluk Jakarta, Bappeda Jabar menjadi pihak yang paling "cerewet" mempertanyakan kajian dampak lingkungan.
Hingga kini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tetap meminta Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atas reklamasi pantai utara Jakarta tersebut.
Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Anang Sudarna mengatakan pihaknya sejak awal proyek ini digelar sudah mempertanyakan KLHS pada Kementerian Lingkungan Hidup.
"Kami sudah sering tanya mana KLHS-nya, sampai sekarang belum ada," kata Anang di Bandung, Senin (11/4/2016).
Jabar berhak mempertanyakan ini karena meskipun proyek tersebut ada di DKI, sejumlah dampak signifikan akan terjadi pada wilayah Jabar.
Salah satu yang krusial adalah pemenuhan material untuk reklamasi.
"KLHS memperhitungkan dan mengungkap dampak bukan hanya lokalan, tapi ke wilayah lain, ke Jabar, Lampung. Pasirnya dari mana, tanah urug, material lainnya dari mana? DKI kan tidak punya material apa-apa," katanya.
Menurut Anang, kebutuhan material pasir, urugan hingga batu untuk reklamasi pasti sangat tinggi. Dia mengaku sejak DKI membahas ini, Pemprov Jabar belum mendapatkan kajian yang penuh.
Terakhir di ujung pemerintahan SBY ada sosialisasi dari pusat. "Di sana kami sudah pertanyakan KLHS juga soal sumber materialnya," ujar Anang.
Berdasarkan data, 250-300 ha laut nantinya akan diurug sehingga menjadi darat.
Anang menghitung jika kedalaman laut yang akan diurug 10 meter maka kebutuhan urugan sangat luar biasa.
" Ada berapa juta kubik. Didatangkan ke sana melalui moda apa? Kereta? Truk? Dampaknya bagaimana?" ujar Anang.
Pemprov sendiri menurutnya tidak menolak reklamasi di pantai utara. Namun Jabar enggan hanya menjadi korban eksploitasi tambang untuk kepentingan DKI.
"Kita tidak mau hancur lebur, mereka punya wilayah mewah. Kita tahu persis, titik mana yang rawan," paparnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengaku pihaknya akan lebih hati-hati dalam mengeluarkan izin pemanfaatan eksploitasi lingkungan di Jabar.
Terlebih setelah adanya rencana reklamasi pantai di DKI Jakarta.
Menurutnya sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, perizinan eksploitasi lingkungan seperti pertambangan berada di pemprov.
Sehingga, meski tidak ada kaitannya secara langsung dengan reklamasi pantai Jakarta, pihaknya tidak akan gegabah dalam mengeluarkan izin pertambangan.
"Tapi tentu, dari mana material diambil, itu urusan dengan kita. Kita tentu tidak akan mengizinkan eksploitasi material-material yang merusak lingkungan di Jabar," katanya.
Heryawan menjelaskan, pihaknya tidak melarang eksplorasi alam di Jabar asalkan tidak merusak lingkungan.
Namun, berdasarkan aturan tersebut, saat ini perizinannya tidak semudah saat dikelola pemerintah kabupaten/kota.
"Galian C di kita sekarang tidak mau urusan perizinan saja, tapi masuk urusan tata ruang. Sekarang agak sedikit panjang, tapi cepat," katanya.
Kepala Dinas ESDM Jabar Eddy M Nasution memastikan pengetatan tambang galian C di Jabar tidak terkait dengan reklamasi di DKI.
Menurutnya asal pengusaha tambang patuh eksplorasi di wilayah usaha pertambangan (WUP) dan sesuai izin.
"Perkara mereka jualnya kemana bukan urusan kita, tapi ada kekhawatiran reklamasi ini membuat eksploitasi tetap kita perhatikan," cetusnya.