Bisnis.com, JAKARTA--Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mempertanyakan motif beberapa ketua fraksi DPRD DKI yang menolak pembahasan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura atau yang dikenal dengan Raperda Reklamasi.
"Kalau beliau mau menolak [pembahasan Raperda] apa alasannya? Dasarnya apa?" katanya di Balai Kota DKI, Kamis (27/7/2017).
Dia menuturkan penyusunan RZWP3K merupakan amanat dan tindak lanjut dari Undang-Undang No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sementara itu, Raperda Reklamasi merupakan tindak lanjut dari Perda No 8/1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Recana Tata Ruang Pantura.
Bukan itu saja, kelanjutan pembahasan dua Raperda reklamasi yang pada mulanya diajukan kala periode mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tersebut berpengaruh bagi keberlangsungan iklim investasi di Ibu Kota.
"Justru kalau dibahas itu yang dimenangkan warga Jakarta. Bahwa kewajiban tambahan [yang harus dibayar pengembang] sebesar 15% itu wajib hukumnya masuk ke Raperda Reklamasi," ungkapnya.
Berdasarkan salinan dokumen yang diterima Bisnis, Djarot mengajukan surat permohonan pendapat terkait kelanjutan proses penyusunan Raperda. surat itu langsung kepada Ketua KPK tertanggan 11 Juli 2017. Dengan tembusan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta dan Deputi Bidang Pencegahan KPK RI.
Baca Juga
Permintaan Djarot akan rekomendasi atau fatwa KPK tersebut dilakukan lantaran adanya penolakan pembahasan dari anggota fraksi di DPRD DKI. Penolakan tersebut dilakukan oleh beberapa fraksi misalnya PKS dan Gerindra setelah menerima rombongan Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) dan Relawan Gerbang Jakarta, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (26/7/2017).