Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan berharap besar pemerintah segera menelurkan kebijakan penyelamatan perusahaan angkutan orang.
Pasalnya, perusahaan angkutan orang sangat terdampak pandemi Covid-19. Namun, masih belum ada relaksasi yang spesifik demi menyelamatkan dan membangkitkan gairah sektor transportasi umum setelah pandemi ini berakhir.
Shafruan berterima kasih atas turunnya beberapa kebijakan pemerintah pusat terkait relaksasi kredit, serta menganggarkan bantuan langsung untuk sopir bus, truk, kernet, taksi, dan profesi sejenis lain sebesar Rp600.000 per bulan selama tiga bulan.
Namun, dia mengungkapkan jika masih ada kendala, serta satu langkah lagi yang harus dilakukan pemerintah agar sektor transportasi mampu bangkit lebih cepat.
"Setelah lebaran ini kami sudah 'tidur' semua, untuk bangkitnya itu [yang sulit]. Padahal kita tahu transportasi publik salah satu tulang punggung penyerapan tenaga kerja baik yang sektor formal, lebih-lebih yang informal," ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Senin (27/4/2020).
Beberapa kendala yang dimaksud, yakni pertama, kebanyakan perusahaan otobus (PO) termasuk industri menengah dan besar. Namun, relaksasi kredit yang diterbitkan pemerintah baru menyasar UMKM dengan nilai di bawah Rp10 miliar.
Kedua, dari data yang diterima Bisnis, seluruh perusahaan anggota Organda DKI tercatat memiliki total 85.902 armada terdiri dari bus besar/sedang, bus kecil, AKAP, taksi, angkutan lingkungan, angkutan sewa, angkutan pariwisata, dan angkutan barang.
Masing-masing perusahaan, lanjutnya, tentu memiliki strategi yang berbeda untuk menjalankan bisnisnya, sehingga membutuhkan insentif atau relaksasi yang spesifik agar output yang dihasilkan bisa seragam.
"Ada misalnya anggota saya yang kreditnya melalui leasing. Kalau leasing-nya kebetulan modalnya dari dalam negeri mungkin lebih gampang. Artinya, bisa diperhitungkan, tetapi kalau yang luar negeri prosesnya mendapat keringanan agak perlu waktu," tambahnya.
Upaya Penyelamatan
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menjelaskan setidaknya ada 7 upaya yang bisa digelar pemerintah untuk menyelamatkan angkutan darat penumpang, yaitu relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kreditur anggota Organda, kebijakan penundaan pemungutan pajak (PPh21, PPh 22 Impor, PPh pasal 25), membebaskan pembayaran PKB (pajak kendaraan bermotor) dan retribusi lain di daerah, dan membebaskan iuran BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan).
Baca Juga
Selain itu, memberikan bantuan langsung kepada karyawan dan pengemudi perusahaan angkutan umum, membebaskan pembayaran tol kepada angkutan umum plat kuning, serta membebaskan kewajiban pembayaran PNBP (penerimaan negara bukan pajak) pengurusan perijinan.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjanjikan bahwa pemerintah pusat tengah menggodok kebijakan agar perusahaan transportasi terbantu dalam insentif pajak.
"Sekitar minggu depan akan terbit peraturan menteri yang baru. Ada 18 sektor itu akan diberi insentif dalam [PPh] Pasal 21 ditanggung pemerintah, Pasal 22, dan Pasal 25. Transportasi sudah masuk, dan ini akan menjangkau sektor yang paling terdampak. Saya kira 18 ini sudah hampir semua," ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Senin (27/4/2020).
Selain itu, ada skema relaksasi kredit berupa penundaan angsuran pokok dan bantuan untuk bunga yang nantinya akan tergantung skema dengan lembaga pembiayaan masing-masing.
"Betul mungkin [PO angkutan orang] kurang lebih hanya bisa bertahan satu sampai dua bulan lagi. Kami sudah memikirkannya dan secara paralel berupaya, agar lembaga bank dan nonbank agar lebih berani memberikan kredit. Kami ingin memastikan mereka berani memberikan pinjaman, yang lunak, tidak memberatkan. Yang penting usaha bisa survive karena fokusnya sekarang bertahan hidup," ungkapnya.