Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Semu Ekonomi Ibu Kota RI

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta secara tahunan (year-on-year) terkontraksi atau minus 3,82 persen pada triwulan III/2020.
Pembangunan properti residensial dan perkantoran di Jakarta Pusat/Reuters-Darren Whiteside
Pembangunan properti residensial dan perkantoran di Jakarta Pusat/Reuters-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan kinerja ekonomi Provinsi DKI Jakarta pada triwulan ketiga tahun 2020 masih belum menyasar pada perbaikan kemampuan konsumsi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Pasalnya, peningkatan kinerja ekonomi di Ibu Kota berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi rumah tangga yang bergerak minus secara kuartalan (quartal-to-quartal/qtq).

Merujuk pada pencatatan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta secara tahunan (year-on-year) terkontraksi atau minus 3,82 persen pada triwulan III/2020.

Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta itu secara kuartalan (quartal-to-quartal/q-t-q) menunjukkan tren peningkatan perekonomian yang signifikan. Pada kuartal II/2020, ekonomi DKI terkontraksi sebesar 8,23 persen (q-t-q), sedangkan pada kuartal ini meningkat 8,38 persen (q-t-q). 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan stimulus yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menyasar pada kemampuan konsumsi rumah tangga masyarakat secara keseluruhan.

“Secara kuartal ke kuartal memang tumbuh positif tapi ini lebih disebabkan oleh belanja pemerintah yang naik 57,8 persen secara year on year. Porsi belanja pemerintah dalam ekonomi DKI juga melesat ke 17,1 persen terhadap PDB. Sementara konsumsi rumah tangga masih kontraksi. Ini yang jadi pertanyaan berarti stimulus pemerintah belum mampu menggerakan konsumsi masyarakat,” kata Bhima melalui pesan tertulis pada Sabtu (7/11/2020).

Kemungkinan lain, Bhima mengungkapkan, belanja pemerintah daerah masih menyasar kelas bawah yang kontribusi terhadap total konsumsi rumah tangganya terbilang rendah.

“Sementara kelas menengah ke atas di Jakarta menahan belanja. Ini bisa dilacak juga dari pertumbuhan akomodasi dan makan minum atau hotel dan restoran turun minus 18,5 persen. Lalu, real estate tumbuhnya cuma 2 persen” imbuh Bhima.

Seiring konsumsi masyarakat yang menurun, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta mencatat lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makanan minuman turut mengalami kontraksi sebesar minus 18,52 persen secara tahunan.

Di sisi lain, industri pengolahan dan pengadaan listrik dan gas mengalami kontraksi masing-masing minus 12,03 persen dan 10,60 persen.

Konsumsi Masyarakat

Menurut identifikasi Kantor Perwakilan BI DKI Jakarta, penurunan pengeluaran masyarakat Ibu Kota terutama terjadi pada konsumsi terkait pakaian, makanan, perabot rumah tangga dan pembelian barang pribadi.

Fenomena itu menunjukkan masyarakat cenderung selektif dalam berbelanja pada triwulan ketiga 2020.

Ihwal upaya peningkatan konsumsi masyarakat tersebut, Bhima menyarankan, ada perubahan stimulus dengan penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari semula 10 persen menjadi nol hingga lima persen dalam satu semester ke depan.

“Kelas menengah dan atas bisa terdorong dengan insentif penurunan PPN karena pembelian barang di ritel, hotel, restoran dikenakan PPN 10 persen,” kata dia.

Selain itu, aspek penanganan kesehatan dalam pemulihan ekonomi daerah mesti menjadi prioritas. Menurutnya, masyarakat kelas menengah dan atas DKI Jakarta sangat konsen terhadap isu kesehatan.

“Saran tahun depan stimulus kesehatan disamakan jumlahnya atau dinaikkan. Karena di RAPBN 2021, stimulus kesehatan dikurangi 71 persen dibandingkan Perpres 72/2020,” tuturnya.

BPS DKI Jakarta mencatat terjadi penambahan angka pengangguran di wilayah DKI Jakarta sebanyak 251 ribu orang pada bulan Agustus 2020.

Total, berdasarkan data yang dihimpun BPS DKI Jakarta, jumlah penggaguran di Ibu Kota mencapai 572.780 orang.

Kepala BPS DKI Jakarta Buyung Airlangga mengatakan dari jumlah itu, sekitar 175.890 orang memilih menganggur lantaran takut tertular Covid-19.

“Orang-orang yang menggangur, tidak mencari penghasilan memutuskan untuk menjadi penggaguran karena takut Covid-19 itu ada 175.890 orang. Bisa jadi, dia tadinya adalah seorang pedagang keliling tetapi adanya physical distancing takut tertular Covid-19 memutuskan untuk berhenti bekerja,” kata Buyung melalui keterangan virtual pada Kamis (5/11/2020).

Sementara itu, ada sekitar 396.890 orang menggagur dengan berbagai faktor.

“Yang bekerja pada Agustus itu ada 4,65 juta orang atau turun 177 ribu dengan jumlah penggaguran sebesar 572 ribu atau bertambah 251 ribu orang,” kata dia.

Pertumbuhan Semu Ekonomi Ibu Kota RI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan/Istimewa

Komentar Anies

Menanggapi catatan pengangguran itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan fenomena itu disebabkan karena berkurangnya kegiatan usaha di Ibu Kota akibat pandemi Covid-19.

Dia mengakui Pemerintah Provinsi DKI belum berhasil mengendalikan tingkat penularan Covid-19 di tengah masyarakat dengan optimal.

“Karena lapangan kerja tersedia, yang berkurang itu tingkat kegiatannya. Jakarta itu bukan menciptakan lapangan kerja, tetapi mengembalikan kegiatan perekonomian,” kata Anies di gedung DPRD DKI Jakarta pada Jumat (6/11/2020).

Dia menegaskan, ketika pandemi Covid-19 di DKI Jakarta terkendali, maka angkatan kerja yang terpaksa menggagur dapat kembali terserap. Di sisi lain, perekonomian pun kembali pulih.

“Karena krisis yang muncul di sektor perekonomian bukan semata-mata karena salah hitung investasi, ada kegiatan perekonomian yang salah. Tapi, lebih side efect dari kesehatan,” ujarnya.

Konsumsi Bergerak Minus

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta berpendapat secara makro perekonomian nasional belum dapat dikatakan mengalami perkembangan. Jika ditelisik, sejumlah jenis konsumsi masyarakat bergerak minus.

“Kondisi ini berimbas juga ke barang-barang eceran dan jasa yang mengalami kontraksi,” kata Ketua Kadin DKI Jakarta Diana Dewi melalui pesan tertulis pada Sabtu (7/11/2020).

Lebih jauh lagi, menurut Diana, dalam triwulan ketiga 2020 itu Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi penyumbang sumber kontraksi terdalam ekonomi sebesar minus 3,64 persen. Artinya, investasi di DKI Jakarta saat ini tidak mengalami pertumbuhan.

“Kondisi saat ini memang masih belum menimbulkan kepercayaan ditingkat investor, sehingga mereka masih bersikap wait and see,” ujarnya.

Pasalnya, penopang perekonomian DKI Jakarta saat ini yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi masih terpuruk.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan dapat memberi stimulus yang tepat sasaran untuk mendongkrak kedua sektor tersebut.

“Stimulus kepada masyarakat agar sektor konsumsi masyarakat kembali membaik. Juga kepada pengusaha yang masih sulit mengakses perbankan dapat diberikan kebijakan pelonggaran,” ujarnya.

Kontraksi 8,92

DKI Jakarta mencatatkan pada triwulan III/2020, realisasi investasi mengalami kontraksi atau minus 8,92 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). 

Hal itu terungkap dalam laporan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta. Kendati begitu, Direktur Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta Luctor E Tapiheru mengatakan penurunan kinerja itu tidak sedalam kontraksi investasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat minus 10,36 persen (yoy).

Dia memerinci, kontraksi pertumbuhan investasi di kawasan Ibu Kota itu terutama terjadi pada investasi bangungan maupun non bangunan. Realisasi itu tidak terlepas dari implementasi pembatasan sosial sebagai upaya menghambat penyebaran Virus Corona atau Covid-19.

“Masih berlangsungnya protokol Covid-19 menyebabkan kegiatan kontruksi berjalan di bawah kapasitasnya. Selanjutnya, kontraksi investasi non bangungan terjadi seiring dengan belum optimalnya kapasitas utilisasi produksi seiring melemahnya permintaan dan pembatasan kapisitas tenaga kerja,” kata Luctor melalui keterangan tertulis, Jumat (6/11/2020).

Kendati demikian, menurut dia, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi telah mendorong peningkatan aktivitas investasi triwulanan. Hasilnya, kontraksi investasi pada triwulan III/2020 tidak sedalam dari posisi triwulan sebelumnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper