Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo memastikan seluruh pendapatan penjualan tiket (farebox revenue) dan non tiket (non-farebox revenue) LRT Pulo Gebang-Joglo sepanjang 32,15 kilometer selama 33,5 tahun bakal diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya.
Hal itu disampaikan Syafrin merujuk pada dokumen feasibility study atau studi kelayakan yang dibuat oleh PT Pembangunan Jaya ihwal Kerjasama Pemerintah Daerah dan Badan Usaha (KPDBU) Unsolicited Penyelenggaraan Sarana LRT Pulo Gebang-Joglo tersebut.
Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengevaluasi dokumen studi kelayakan KPDBU tersebut.
“Dalam dokumen feasibility study diajukan dengan prinsip pemanfaatan farebox revenue dan non farebox revenue. Maka selama tarif yang dihitung oleh mereka dalam dokumen tetap itu yang digunakan maka tidak ada subsidi dari pemerintah,” kata Syafrin di DPRD DKI, Senin (3/5/2021).
Pasalnya dalam dalam skema KPDBU unsolicited itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan konsesi selama 33,5 tahun kepada PT Pembangunan Jaya.
“Dengan demikian, Pemprov DKI tidak ada pengeluaran. Kalau sekarang kan subsidi itu ke MRT, LRT, TransJakarta, nah proyek ini tidak perlu ada subsidi,” kata dia.
Berdasar pada dokumen studi kelayakan itu, pengeluaran PT Pembangunan Jaya berkaitan dengan biaya operasi dan pemeliharaan sarana-prasarana LRT selama masa konsesi. Rinciannya, biaya operasi dan pemeliharaan prasarana sebesar Rp300 miliar per tahun. Sementara, biaya operasi dan pemeliharaan sarana mencapai RP151 miliar setiap tahunnya.
Adapun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mesti mengeluarkan investasi prasarana senilai RP18,9 triliun. Sementara itu, PT Pembangunan Jaya hanya mengeluarkan biaya investasi sarana sebesar Rp3,8 triliun.
“Hasil feasible study mereka [PT Pembangunan Jaya] kami masih melakukan kajian secara komprehensif apakah ini feasible atau tidak,” kata dia.