Bisnis.com, JAKARTA - Warga Jakarta Pusat, Samson (45) melaporkan kasus dugaan pencatutan data pribadi yang digunakan untuk mendukung Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Dharma Pongrekun-Kun Wardana di Pilkada 2024.
Kuasa Hukum Samson, Army Mulyanto menyampaikan pihaknya turut membawa barang bukti yakni tangkapan layar hasil pengecekan di situs KPU, identitas milik pelapor, KTP, dan Kartu Keluarga.
Laporan tersebut teregister dalam nomor LP/B/4830/VII/2024/SPKT POLDA METRO JAYA, tanggal 16 Agustus 2024. Tercatat, terlapor kasus ini dalam lidik atau penyelidikan.
"Tujuan hari ini adalah membuat LP terkait dengan pencatutan data NIK pak Samson untuk digunakan terhadap pencalonan atau dukungan calon perseorangan individu Gubernur DKI Jakarta atas nama bapak Komjen Purn Dharma Pongrekun dan wakilnya," kata Army di Polda Metro Jaya, Jumat (16/8/2024) malam.
Dia menambahkan, kliennya itu merasa keberatan karena namanya dicatut untuk mendukung paslon balal calon gubernur dan wakil gubernur Dharma-Kun Wardana.
"Klien saya keberatan makanya buat laporan polisi malam ini karena sama sekali tidak pernah membuat atau melakukan dukungan atau tanda tangan sesuatu," tambahnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Samson menjelaskan kronologi yang melatarbelakanginya melaporkan kasus tersebut. Awalnya, dia mengaku melihat isu yang ramai soal pencatutan NIK di media sosial.
Kemudian, dia melakukan pengecekan terhadap data pribadinya. Hasilnya, Samson menemukan data NIK-nya sudah terdaftar untuk memberikan dukungan terhadap Dharma-Kun Wardana.
"Lalu kemudian saya juga cek apakah keluarga saya yang lain ada? Saya minta anak saya dan istri saya ternyata tidak ada. Khusus saya sendiri, awalnya begitu. Nah, ternyata di media sosial sudah berseliweran dan banyak, bukan hanya saya. Tapi berkaitan dengan itu saya kira saya juga punya kekhawatiran ini data saya darimana dia dapat," kata Samson.
Sebagai informasi, Ketua Bidang Teknis Penyelenggara KPU Jakarta Dody Wijaya menjelaskan bahwa polemik ini terjadi lantaran terdapat data KTP warga yang ada website KPU tercampur antara yang lolos verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.
Perinciannya, terdapat data lolos faktual yang benar-benar mendukung dan ada yang lolos administrasi, namun tidak faktual. Artinya, yang ridak faktual iru tidak mendukung.
"Nah itu tercampur didalam info pemilu tersebut. Nah, kami sudah berikan masukan ke KPU pusat agar disesuaikan data yang muncul di info pemilu tulis aja harusnya data yang sudah lolos verifikaai administrasi dan faktual saja," jelas Dody.