Bisnis.com, JAKARTA -- Gubernur Jakarta Pramono Anung memiliki sejumlah rencana besar usai kemelut kebocoran dana Bank DKI. Opsi initial public offering alias IPO terus dilanjutkan. Dia juga mematangkan rencana untuk merombak direksi bank pelat merah tersebut.
Pramono telah secara langsung meminta Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Jabodebek supaya mengawal rencana IPO Bank DKI dan pengembangan sistem keuangan daerah yang sehat dan inklusif.
“Secara khusus, saya mendoakan kepada Pak Edwin (Kepala OJK Jabodetabek) dan jajaran mudah-mudahan membawa kebaikan, keberhasilan di Jakarta ini karena memang tantangan ekonomi yang sedang terjadi. Kita tahu bersama tidak sedang baik-baik saja, jadi ini menjadi tantangan yang cukup menantang bagi kita semua,” katanya sebagaimana dikutip dari siaran pers, Jumat (18/4/2025).
Tak hanya Bank DKI, Kantor OJK Jabodebek juga berperan mengawasi 125 Bank Perekonomian Rakyat (BPR), 16 BPR Syariah, serta menjalankan fungsi koordinasi dengan Kantor OJK Provinsi Banten.
Sebagai pusat perekonomian nasional, wilayah Jabodebek tercatat mengelola lebih dari separuh aset lembaga jasa keuangan nasional.
Kantor OJK Jabodebek juga menjalankan peran strategis dalam literasi dan inklusi keuangan, pelindungan konsumen, komunikasi publik, serta koordinasi analisis ekonomi dan keuangan regional.
Baca Juga
Kantor OJK Jabodebek diharapkan menjadi andalan dalam menerjemahkan kebijakan OJK di daerah serta memperkuat peran sektor jasa keuangan di wilayah terkait, termasuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Rebranding Bank DKI
Selain soal IPO, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta juga berencana untuk melakukan rebranding PT Bank Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Bank DKI.
Gubernur Jakarta Pramono Anung menuturkan bahwa keputusan rebranding bank DKI akan dilakukan dalam jangka waktu menengah. Dia kemudian menyebut beberapa nama potensial untuk mengganti nama Bank DKI tersebut.
“Apakah menjadi Bank Jakarta, apakah Bank Betawi, apakah menjadi Bank Global, sedang kami pikirkan dan segera akan kami putuskan,” ujar Pramono dalam Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025),
Terlebih, rencana perubahan nama tersebut juga dilakukan menimbang perubahan nomenklatur dari DKI menjadi DKJ, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
“Karena nanti Jakarta Sudah tidak lagi menjadi Ibu kota, Tentunya kan kita tidak bisa mengambil Kata-kata DKI,” ucapnya.
Selain itu, rencana rebranding juga sejalan dengan rencana persiapan Initial Public Offering (IPO). Dia berharap agar bank tersebut dapat melantai di bursa dalam satu tahun kedepan agar publik dapat ikut mengontrol.
“Mudah-mudahan ketika pasarnya baik, Bank DKI ini Bisa melakukan IPO. Karena bagi saya Kalau bisa melakukan IPO yang mengontrol adalah publik,” tuturnya.
Perombakan Direksi
Sementara itu, Staf Khusus Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik Chico Hakim menuturkan bahwa pihaknya tengah memantau seluruh BUMD Jakarta.
Dia juga menegaskan bahwa pihaknya tak hanya memantau Bank DKI saja, menimbang bank BUMD tersebut menghadapi kasus mengenai penarikan transaksi, rebranding, hingga rencana melantai di bursa saham atau Initial Public Offering (IPO).
Kendati demikian, menurut Chico, potensi perombakan di direksi BUMD lainnya mungkin saja terjadi. “Mungkin, mungkin [ada potensi penggantian direksi BUMD lainnya],” tutur Chico di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).
Chico menegaskan bahwa pergantian direksi tak selalu dilakukan saat ada masalah. Contohnya, pergantian dapat dilakukan untuk penyegaran.
“Bukan hanya terkait dengan karena bermasalah aja ya. Memang kadang-kadang kan ada perlu penyegaran, perlu me-reset lah ya. Mau lakukan perubahan kan tentunya personel-personelnya juga nanti akan dievaluasi,” tuturnya.
Adapun, dia juga menyinggung pernyataan Gubernur Jakarta Pramono Anung yang sebelumnya menyebut adanya “suara-suara” bahwa sejumlah posisi direksi di BUMD merupakan hasil titipan.
Menurutnya, Pemprov kini menegaskan agar praktik seperti itu tidak boleh terjadi lagi ke depan, agar tata kelola perusahaan sehat. Orang yang duduk di posisi tersebut juga haruslah orang yang mampu.
“Kedepannya siapapun yang duduk di posisi manapun, baik Direksi dan Komisaris, sewajarnya memang harus orang yang memahami bidang usaha, perusahaan tersebut,” jelasnya.