Bisnis.com, JAKARTA - PT Jakarta Propertindo menyatakan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta sudah dapat dimulai pada 2014 untuk satu pulau, sisanya direncanakan dimulai 2015. Reklamasi yang ditangani sepenuhnya oleh swasta ini diperkirakan menelan investasi Rp200 triliun lebih.
Proyek yang dicetuskan sejak 1995 namun izin prinsipnya diperpanjang pada tengah 2014 ini diharapkan tuntas dalam 4 tahun mendatang. Para investor yang belum memulai fisik masih harus menyelesaikan kajian analisis dampak lingkungan (amdal).
Budi Karya Sumadi, Direktur Jakarta Propertindo, yang ditunjuk menjadi koordinator reklamasi, menjelaskan pembenahan Pantai Utara Jakarta akan mendatangkan dampak positif bagi penanganan kawasan utara Jakarta yang selama ini dikenal tidak tertib.
Penanganan ini juga membuat Jakarta menjadi kota pantai, menahan banjir rob, mencegah penurunan muka tanah hingga mempertahankan sumber air baku.
"Rata-rata untuk penanganan 1 meter akan menelan investasi Rp3-4 juta, dengan luas rata-rata satu pulau 350 hektar," jelas Budi kepada Bisnis.com di Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Konsep pulau buatan ini terdiri dari kanal-kanal untuk menahan desakan air laut dan sistem pengolahan air limbah agar tidak mencemari lingkungan. Reklamasi Pantai Utara Jakarta terbentuk dalam tiga zona kawasan yakni Zona Barat, Tengah dan Timur.
Pada zona barat, daerah meliputi Pantai Mutiara, Pantai Hijau di daerah Pluit serta wilayah Pelabuhan Perikanan Muara Angke dan daerah proyek Pantai Indah Kapuk .
Sedangkan Zona Tengah, meliputi wilayah Muara Baru dan wilayah Sunda Kelapa, begitu pula daerah Kota, Ancol Barat dan Ancol Timur hingga batas Pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan zona timur, yang meliputi wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ke Timur hingga daerah Marunda.
"Bahan penimbunan akan didatangkan dari Lampung," imbuhnya.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, Reklamasi Pantura Jakarta akan membentang sepanjang garis pantai Jakarta pada areal sepanjang 32 km dengan lebar rata-rata 2 km sampai kedalaman 8 m dengan kebutuhan bahan urugan sebanyak 330 juta meter kubik. Kawasan ini diperkirakan dapat menampung 1,7 juta jiwa.
Kementerian Lingkungan Hidup menolak proyek ini dan menerbitkan keputusan yang digugat oleh para pengembang, namun pada 2011 melalui keputusan Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung menyatakan proyek ini legal dan dapat diteruskan.