Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REKLAMASI TELUK JAKARTA: Susi, Nelayan Sulit Cari Ikan

Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli bertemu para nelayan Muara Angke setelah melihat proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/Antara
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli bertemu para nelayan Muara Angke setelah melihat proyek reklamasi Teluk Jakarta.

 Dalam pertemuan itu, warga Kampung Nelayan Muara Angke mengungkapkan unek-unek mereka terkait dengan proyek reklamasi.

Rizal Ramli dalam kesempatan tersebut juga bertanya tentang kebenaran berbagai isu yang bergulir terkait dengan nelayan dan reklamasi.

 "Benar enggak nelayan sudah enggak ada? Sudah enggak ada ikan?" tanya Rizal Ramli kepada nelayan di Muara Angke, Rabu (4/5/2016).

Mendengar pertanyaan itu, para nelayan kompak berdiri dan mengatakan bahwa pernyataan tersebut tak benar.

"Enggak, Ahok bohong!" ujar mereka kompak.

Pernyataan nelayan itu didasari ungkapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut, reklamasi tidak mengganggu nelayan karena sudah tak ada ikan lagi di Teluk Jakarta.

Menurut Ahok, ikan di Muara Angke sudah habis lantaran airnya tercemar. Hal ini dilontarkan Ahok terkait dengan protes para nelayan yang menyatakan penghasilan mereka berkurang lantaran pembangunan pulau reklamasi.

Dibantah

Komentar ini sebenarnya sudah dibantah oleh kesatuan nelayan tradisional. Bahkan para nelayan sudah sempat mendatangi kantor Gubernur DKI dengan membawa hasil tangkapan semalam. Namun, kelompok ini tidak dapat bertemu dengan Ahok, meski dia berada di kantor saat itu.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, nelayan Teluk Jakarta memang sulit mencari ikan. Namun, menurut dia, hal ini semakin sulit lantaran sumber pencemaran bertambah.

"Kita akui ada limbah karena 13 sungai, tapi sekarang laut kita diaduk-aduk," kata Susi.

Susi menyayangkan kebijakan yang seolah-olah tidak berpihak pada nelayan. Padahal, pada pertumbuhan 18 tahun terakhir, nilai tukar nelayan merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor lain. Rata-rata nilai tukar nelayan untuk nasional mencapai 107, sementara nilai tukar nelayan 110. Hal ini berarti nilai tukar nelayan berada di garis batas 100.

Menanggapi hal ini, Rizal mengaku akan berkoordinasi untuk memperbaiki masalah tersebut. Dia menilai reklamasi merupakan praktek yang lumrah dilakukan di negara-negara lain.

 "Yang penting kajiannya gimana. Kebutuhan masyarakat juga harus terpenuhi, jangan menguntungkan satu pihak saja," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper