Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pembangunan halte ojek online (ojol) di DKI Jakarta dinilai melanggar aturan tentang keberadaan transportasi berbasis aplikasi tersebut.
"Seharusnya halte ojek online tidak boleh dibangun," kata anggota DPRD DKI Jakarta dari partai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)Steven Setiabudi Musa, di Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Steven mengatakan gubernur seharusnya paham tentang aturan yang mengatur keberadaan ojek online.
"Program ini terkesan hanya untuk pencitraan Pak Anies saja," ujarnya.
Mengingat hal tersebut dilarang, Steven berpesan agar jangan sampai melanggar aturan demi membela rakyat kecil.
Sebelumnya, dikabarkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menyiapkan semacam halte bagi ojek online untuk antar jemput penumpang agar tidak mengganggu ruas milik jalan.
"Pemprov DKI akan memanggil pengelola ojek online untuk membicarakan secara khusus tentang pengaturan parkir bagi ojek-ojek yang melakukan penjemputan," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Saat ini, menurut catatan dari Dinas Perhubungan ada sekitar 90 titik yang dijadikan sebagai tempat jemput-turunkan penumpang.
Menurut pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno hal itu merupakan perkembangan positif, karena pemerintah daerah ikut menata ojek online.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 tahun 2017 mengatakan bahwa ojek online termasuk dalam Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, atau bukan transportasi umum selayaknya angkot atau bus kota.
Melalui peraturan ini, aplikasi diminta untuk mendirikan badan hukum Indonesia. Bentuk badan hukum yang diakui adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perseroan terbatas, atau koperasi.
Selain itu, perusahaan aplikasi juga diminta untuk menyelenggarakan izin angkutan orang tidak dalam trayek.