Bisnis.com, JAKARTA–Satu bulan sejak dicanangkannya komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk mengambil alih pengelolaan air minum pada 11 Februari 2019, PAM Jaya masih belum dapat memfinalisasi Head of Agreement (HoA) antara PAM Jaya dengan mitranya yaitu PT Aetra Air Jakarta (Aetra) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Sebelumnya, Anies menargetkan kepada Dirut PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo untuk segera menyepakati HoA bersama dengan Palyja dan Aetra pada Maret 2019.
Adapun HoA adalah kesepakatan awal antara PAM Jaya dan swasta terkait sebelum diteruskan dengan revisi kerja sama yang lebih konkret kedepannya.
Kedepannya ketika pengelolaan air bersih sepenuhnya dikelola oleh PAM Jaya maka harga pelayanan penyediaan air bersih pun akan lebih rendah dari harga yang berlaku sekarang.
Ketika ditanya terkait keberlanjutan dari HoA tersebut, Bambang pun tidak berbicara terlalu banyak. "Ya sedang dibahas, tidak bisa di ini, kita intens lah. Di sisi saya juga kita melaporkan kepada tim. Kita harap secepatnya lah," kata Bambang, Senin (11/3/2019).
Lebih lanjut, Bambang menerangkan melalui negosiasi dan rencana pengambilalihan ini Pemprov DKI Jakarta menargetkan cakupan layanan air bersih di DKI Jakarta mencapai 100% pada 2030.
Baca Juga
Untuk diketahui, ada tiga langkah kebijakan yang dapat diambil oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu membiarkan kontrak selesai hingga tahun 2023, pemutusan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dengan pihak swasta terkait, dan yang terakhir adalah pengambilalihan melalui tindakan perdata.
Opsi pertama tidak direkomendasikan oleh tim karena kinerja swasta dalam penambahan cakupan pelayanan air bersih masih jauh dari target yang ditetapkan dalam kontrak kerja sama antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.
Anies menerangkan cakupan pelayanan air bersih pada tahun 1998 baru 44,5%. Namun, setelah pengelolaan air bersih dikelola oleh swasta cakupannya baru mencapai 59,4% pada 2017.
Pada tahun 2023 Pemprov DKI Jakarta menargetkan perluasan cakupan pelayanan air bersih hingga 82%.
Opsi pemutusan kontrak juga tidak direkomendasikan oleh tim karena hal tersebut akan menimbulkan preseden buruk atas iklim berbisnis di DKI Jakarta.
Selain itu, opsi pemutusan kontrak tersebut mewajibkan PAM Jaya untuk membayar biaya terminasi kontrak yang mencapai Rp1 triliun.
Oleh karena itu, akhir Pemprov DKI Jakarta memilih opsi tindakan ketiga yaitu pengambilalihan melalui langkah perdata dan ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh Pemprov DKI Jakarta atas mekanisme tersebut.
Opsi langkah perdata pun terdiri dari mengambilalih sebagian pengelolaan sesuai dengan PP No. 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, pembelian saham Palyja dan Aetra, atau pemutusan kontrak sesuai dengan pasal 49 poin 3 dalam perjanjian kerja sama.